Foto: Gubernur Bali Wayan Koster kembali menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian budaya Bali, tak hanya di tanah air, tapi juga di mancanegara.
Belanda, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster kembali menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian budaya Bali, tak hanya di tanah air, tapi juga di mancanegara. Pada Sabtu (3/5), bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, Koster hadir langsung dalam upacara melaspas sekaligus meresmikan Pura Santa Citta Bhuwana di Kallankote, Belanda.
Pura ini menjadi yang pertama di Eropa yang dibangun oleh masyarakat Bali secara swadaya. Namun, di balik proses pembangunan itu, peran Wayan Koster menjadi kunci, khususnya dalam pelaksanaan upacara suci melaspas. Gubernur Bali dua periode ini membiayai seluruh rangkaian upacara, mulai dari persiapan, mendatangkan sulinggih dan pemangku dari Bali, hingga pengadaan sarana upakara.
“Ini bentuk tanggung jawab saya sebagai Gubernur Bali, menjaga warisan leluhur, di mana pun masyarakat Bali berada,” ujar Koster di hadapan ratusan umat yang hadir dari berbagai negara di Eropa.
Upacara melaspas dipimpin langsung oleh Ida Shri Bhagawan Putra Nata Nawa Wangsa Pemayun. Antusiasme warga sangat tinggi. Tak hanya warga Bali di Belanda, tetapi juga dari Jerman, Prancis, Belgia, Inggris, dan Norwegia turut hadir dalam peristiwa sakral ini.
Pura yang berdiri di area Taman Indonesia, milik warga Belanda pecinta budaya Bali, Marlisa, dibangun atas gotong royong komunitas Bali di Eropa dengan dukungan Yayasan Bali Abdi Samasta. Material bangunan didatangkan langsung dari Bali, sebagai bentuk kesungguhan menjaga nilai autentik arsitektur sakral Bali.
Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas, menyebut peresmian pura ini sebagai peristiwa bersejarah dan membanggakan.
“Ini tidak hanya milik masyarakat Bali, tapi menjadi kebanggaan Indonesia. Kehadiran Gubernur Koster membuktikan perhatian nyata pemerintah daerah terhadap diaspora,” ujarnya.
Koster menyampaikan terima kasih kepada KBRI Den Haag serta pemilik lahan Taman Indonesia yang telah memberi ruang bagi hadirnya tempat suci umat Hindu Bali. Ia berharap pura ini menjadi tempat pemersatu, tempat spiritual, dan penguat identitas budaya Bali di tengah kehidupan diaspora.
Usai peresmian, suasana haru tercipta. Masyarakat berebut foto bersama Gubernur. Bahkan sejumlah warga Belanda ikut larut dalam momen tersebut, termasuk seorang pria lokal yang mengenakan pakaian pecalang. Momen ini menjadi simbol kuatnya penerimaan budaya Bali di negeri orang.
Dengan selesainya pembangunan dan peresmian pura ini, masyarakat Bali di Eropa kini memiliki tempat suci yang tak hanya menjadi pusat peribadatan, tapi juga rumah kebudayaan yang mengikat kebersamaan lintas negara. (kbs)