Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat Sosialisasi Penguatan Integritas, Budaya Antikorupsi dan Gratifikasi bagi ASN Pemprov Bali dan Forum Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) Provinsi Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (4/11/2025).
Denpasar, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pentingnya memperkuat integritas, budaya antikorupsi, dan kesadaran terhadap gratifikasi di seluruh lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Bali.
Penegasan tersebut disampaikannya saat membuka kegiatan Sosialisasi Penguatan Integritas, Budaya Antikorupsi dan Gratifikasi bagi ASN Pemprov Bali dan Forum Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) Provinsi Bali di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (4/11/2025).
Kegiatan ini diikuti sekitar 300 peserta yang terdiri atas pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemprov Bali serta anggota Forum Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) Provinsi Bali. Hadir pula Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, para kepala perangkat daerah, serta tim pemberdayaan penyuluh antikorupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang dipimpin oleh Plh. Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK RI, Sugiarto.
Dalam sambutannya, Gubernur Koster menegaskan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga merusak moral dan tatanan budaya bangsa.
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Karena itu, strategi pemberantasannya juga harus luar biasa. Tidak cukup hanya dengan tindakan hukum seperti OTT, tetapi harus dibangun sistem sosial yang berbudaya antikorupsi,” tegasnya.
Menurutnya, langkah pencegahan harus dilakukan secara masif dan sistematis, agar praktik korupsi tidak lagi dianggap wajar di masyarakat. Ia mengingatkan ASN agar menjaga integritas, menjauhi suap dan gratifikasi, serta tidak menggunakan jabatan untuk mencari keuntungan pribadi.
Gubernur Koster juga menekankan pentingnya pendidikan etika dan moral sejak dini sebagai fondasi membangun generasi berintegritas. Ia mencontohkan bahwa ajaran sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin, atau larangan duduk di atas bantal, mengandung nilai etika dan penghormatan terhadap tatanan yang sudah ada.
“Etika sederhana ini adalah cara masyarakat kita menanamkan batasan hak dan kewajiban. Jika nilai-nilai ini terus dilestarikan, maka generasi muda akan tumbuh dengan kesadaran moral yang kuat,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Koster juga memaparkan capaian membanggakan Pemerintah Provinsi Bali yang selama lima tahun berturut-turut meraih peringkat pertama nasional dalam capaian nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) yang dikelola oleh KPK RI.
Meski demikian, ia mengingatkan agar prestasi tersebut tidak membuat perangkat daerah berpuas diri.
“Capaian MCP harus diraih secara objektif, bukan hasil manipulasi atau rekayasa. Semua harus dilakukan dengan integritas,” tegasnya.
Koster menambahkan, Pemprov Bali juga terus mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI selama beberapa tahun berturut-turut. Namun, ia menekankan bahwa predikat tersebut bukan sekadar simbol administratif, melainkan bukti nyata pengelolaan keuangan daerah yang jujur dan transparan.
“WTP itu bukan hasil perdagangan. Itu harus diperoleh karena sistem keuangan kita memang dikelola dengan jujur dan bertanggung jawab,” tegasnya lagi.
Terkait Forum Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) yang telah dibentuk sejak 2021, Koster menjelaskan bahwa jumlah penyuluh antikorupsi di Bali kini mencapai 63 orang yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Ia menargetkan pada 2026 jumlah tersebut meningkat menjadi 700 penyuluh aktif, agar gerakan edukasi antikorupsi dapat berjalan masif hingga ke desa-desa adat.
“Kalau di Bali dengan pendekatan seni itu bagus. Melalui desa adat, komunitas masyarakat, dan berbagai media, kita bisa jadikan Bali sebagai satu pulau yang berintegritas tinggi dalam budaya antikorupsi,” ujarnya.
Gubernur Koster juga meminta dukungan penuh dari KPK untuk terus mendampingi Bali dalam memperkuat sistem pendidikan dan penyuluhan antikorupsi di semua sektor pemerintahan dan masyarakat.
“Saya memiliki keyakinan bahwa penyuluhan antikorupsi yang masif dan menyeluruh kepada seluruh elemen masyarakat akan mempercepat pemberantasan korupsi di berbagai bidang. Ini adalah modal utama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, baik secara niskala maupun sekala,” pungkasnya.
Sementara itu, Plh. Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK RI, Sugiarto, menyampaikan apresiasi atas capaian Provinsi Bali yang konsisten menunjukkan kinerja positif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara dokumentasi dan pelaksanaan nyata di lapangan.
“Program antikorupsi tidak hanya harus full documented, tetapi juga full implemented. Pengawasan, edukasi, dan pencegahan harus berjalan beriringan agar hasilnya berdampak nyata,” ujarnya.
Selain itu, Sugiarto menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor serta pemanfaatan kearifan lokal seperti awig-awig dan karma phala sebagai model pendidikan moral yang khas Bali.
Ia menutup sambutannya dengan ajakan bagi seluruh ASN untuk berkomitmen dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan berpihak kepada rakyat.
“Korupsi adalah musuh bersama. Kalau korupsi terjadi, orang kaya akan menjadi miskin dan orang miskin akan semakin banyak. Mari kita wujudkan Bali sebagai pulau berintegritas, ramah lingkungan, ramah investasi, dan bebas dari praktik korupsi,” pungkasnya. (kbs)

