BerandaEkonomiKopdes Merah Putih: Wamenkop Serahkan Keputusan di Tangan Desa

Kopdes Merah Putih: Wamenkop Serahkan Keputusan di Tangan Desa

Foto : Illustrasi Koperasi Desa Merah Putih.

Denpasar, KabarBaliSatu

Wacana pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih kembali memantik diskusi hangat di Bali. Dalam sosialisasi percepatan program ini di Kantor Gubernur Bali, Selasa (29/4/2025), Wakil Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantoro menegaskan bahwa keputusan untuk membentuk Kopdes sepenuhnya berada di tangan masyarakat desa melalui mekanisme Musyawarah Desa.

Pernyataan ini muncul setelah sejumlah perbekel, termasuk Perbekel Desa Kutuh, I Wayan Mudana, menyuarakan kekhawatiran atas potensi tumpang tindih antara Kopdes dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah berjalan efektif.

Baca Juga  Untuk Menjaga Adat dan Budaya Bali, Demer Tegaskan  Pentingnya Bandara Bali Utara Tetap Dibangun

“Kami tidak ingin setengah-setengah. BUMDes kami sudah berkembang dan dibentuk berdasarkan UU, kenapa harus mulai lagi dari nol?” kata Mudana.

Ferry, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, mencoba meredam kekhawatiran tersebut dengan pendekatan fleksibel. Menurutnya, pemerintah tidak memaksakan skema top-down. Setiap desa diberi ruang untuk berdiskusi secara demokratis melalui musyawarah formal.

“Kalau BUMDes sudah baik, tinggal dibedakan peran dan fungsinya dengan kopdes. Di banyak wilayah lain, justru BUMDes belum tumbuh, di situlah kopdes bisa ambil peran,” jelas Ferry.

Baca Juga  Berpihak pada SDM Lokal, Gubernur Koster Akan Wajibkan Pengusaha Transportasi Pariwista dan Ojek Online Ber-KTP Bali, Kendaraan Wajib Plat DK

Ia juga menekankan bahwa koperasi memiliki keunggulan dari sisi akses pembiayaan. Di mata lembaga keuangan, badan hukum koperasi lebih dikenal dan dipercaya. Karena itu, ia mendorong hadirnya skema pembiayaan baru—semacam KUR khusus untuk koperasi—yang tidak terbatas hanya pada pinjaman individu.

“Kita butuh kredit yang bisa memperkuat kelembagaan koperasi, bukan hanya pelaku usaha perorangan,” ujarnya.

Isu ini memperlihatkan tantangan politik pembangunan ekonomi di level desa: antara menjaga stabilitas lembaga yang sudah ada dan membuka ruang untuk inovasi kelembagaan baru. Pemerintah pusat mencoba membuka jalan tengah—tapi keputusan tetap di tangan rakyat desa.(kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini