Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat melantik 21 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II) di lingkungan Pemprov Bali, Jumat (9/5/2025).
Denpasar, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster kembali menunjukkan gaya khasnya: blak-blakan, lugas, dan sedikit menyindir dalam pelantikan 21 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II) di lingkungan Pemprov Bali, Jumat (9/5/2025). Bertempat di Gedung Wiswa Sabha Utama, Koster bukan hanya membacakan nama-nama, tapi juga membeberkan alasan di balik rotasi, promosi, hingga ‘roasting’ ringan kepada para pejabat baru.
Di antara yang disorot adalah I Wayan Sumarajaya, yang kini menempati kursi Kepala Dinas Pariwisata. Menurut Koster, penempatan ini bukan tanpa alasan. “Langka pejabat yang bisa Bahasa Inggris. Sumarajaya agak bisa, ya dipindahin,” ujarnya. Pejabat sebelumnya, Cok Bagus Pemayun, disebut sudah “minta mundur halus” karena hendak pensiun dan lebih memilih waktu untuk cucu.
Rotasi lain terjadi pada Ketut Sukra Negara yang kini menjabat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Sukra itu orangnya saklek. Jadi, kalau urusan perizinan, jangan harap bisa disogok,” tegas Koster, sembari membantah wacana jabatan Sekretaris Dewan untuk Sukra.
Tak kalah menarik, jabatan Sekwan DPRD Bali kini dipegang oleh Ketut Nayaka. Gubernur mengingatkan keras, “Jangan mau langgar aturan cuma karena diperintah dewan.” Teguran politik yang jelas: birokrat harus taat pada sistem, bukan tekanan politik.
Di sektor sensitif seperti Badan Kesbangpol, Koster menunjuk Gede Suralaga, yang diminta siap hadapi kelompok-kelompok ormas bermasalah. “Badan besar jangan nyali kecil. Harus wanen (berani),” tegasnya, menyiratkan bahwa jabatan ini bukan sekadar administratif, tapi juga strategis.
Sementara itu, Made Rentin yang sebelumnya dikenal cekatan di BPBD kini dipercaya menangani Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup. “Saya lihat kerja cepat, tapi kelihatan tua. Botaknya melebihi umur,” canda Koster yang disambut tawa. Tapi ia serius soal tugas: urus sampah, lingkungan, dan ekosistem alam dengan sungguh-sungguh.
Pergantian ini juga memperlihatkan pola politik birokrasi khas Koster: siapa yang loyal, profesional, dan ‘nyambung’ dengan visi, akan mendapat tempat. Bukan soal asal, tetapi soal kinerja dan komitmen.
“Tak ada lagi ego sektoral. Kalian semua satu gerbong, komando tunggal di bawah Sekda,” tutup Koster, menyiratkan bahwa mesin birokrasi Bali harus kompak dalam menggerakkan pembangunan daerah. (kbs)