Foto: Gubernur Bali, Wayan Koster.
Denpasar, KabarBaliSatu
Ketika sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) baru mulai menjamur di Bali dengan beragam klaim sosial, budaya, hingga keamanan, Gubernur Bali Wayan Koster justru telah lebih dulu menghadirkan sebuah sistem pengamanan yang jauh lebih berakar dan legitimate, yaitu Sipandu Beradat.
Program ini bukan respons sesaat. Ia lahir dari kegelisahan mendalam atas melemahnya kontrol sosial dalam masyarakat, terutama di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi yang berpotensi mengikis kearifan lokal. Wayan Koster membaca gelagat zaman dan menjawabnya lewat pendekatan berbasis tradisi yang kokoh.
Melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020, Sipandu Beradat (Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat) resmi diberlakukan sebagai sistem pengamanan komunal yang menempatkan desa adat sebagai pusat kendali. Pecalang, Bendesa, dan Krama Adat diberi ruang dan kekuatan hukum untuk berkolaborasi menjaga wilayahnya bersama aparat formal seperti Satlinmas, Bhabinkamtibmas, hingga Babinsa.
Program ini bukan sekadar mendapat restu lokal. Ia dikukuhkan secara nasional lewat peluncuran resmi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Artinya, negara mengakui Sipandu Beradat sebagai bentuk nyata dari model keamanan berbasis komunitas yang sah dan efektif.
Hingga 2025, forum Sipandu Beradat telah terbentuk di 1.493 desa adat, tersebar merata di 57 kecamatan dan 9 kabupaten/kota se-Bali. Ini bukan hanya angka statistik, melainkan refleksi dari kuatnya sistem pengamanan yang berpijak pada adat, bukan dominasi kekuasaan luar.
Sementara ormas-ormas baru kerap kali muncul membawa agenda dan kepentingan yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai lokal Bali, Sipandu Beradat justru tumbuh dari akar masyarakat itu sendiri. Ia bukan bentukan elite luar, melainkan produk kesadaran kolektif yang difasilitasi oleh kepemimpinan Wayan Koster.
Inilah salah satu dari 44 tonggak peradaban Bali Era Baru yang dirancang Wayan Koster, menjadikan keamanan bukan milik institusi formal semata, tapi milik dan tanggung jawab bersama, yang dipimpin oleh desa adat sebagai pusat peradaban.
Sipandu Beradat bukan hanya sistem keamanan. Ia adalah pernyataan sikap Bali, bahwa di tengah gempuran ormas-ormas baru dan potensi disintegrasi sosial, Bali tetap setia pada jati dirinya. Dan Wayan Koster melalui kebijakan ini telah menegaskan bahwa kekuatan Bali terletak bukan pada tameng luar, melainkan pada kekompakan dalam menjaga akar tradisi. (kbs)