Foto: Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi (OKK) BPD HIPMI Bali, I Dewa Gede Dwi Mahayana Putra Nida.
Denpasar, KabarBaliSatu
Langkah aparat penegak hukum yang mulai menertibkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sejumlah titik di Bali kembali mengundang perhatian publik. Penertiban yang menyasar persoalan legalitas usaha tersebut dinilai sudah semestinya dilakukan, namun perlu disertai dengan pendekatan yang lebih edukatif dan manusiawi.
Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi (OKK) BPD HIPMI Bali, I Dewa Gede Dwi Mahayana Putra Nida atau yang akrab disapa Dewa Wiwin, menyampaikan bahwa penegakan hukum terhadap UMKM harus dibarengi dengan program pembinaan berkelanjutan, bukan hanya tindakan administratif semata.
“Semua sepakat bahwa ketertiban dan kepatuhan terhadap aturan itu penting. Namun, dalam konteks UMKM yang sebagian besar tumbuh dari sektor informal dan berangkat dari keterbatasan, pendekatan yang digunakan harus berlapis: informatif, edukatif, baru kemudian penegakan,” ujar Dewa Wiwin.
HIPMI Bali mengamati masih banyak pelaku UMKM, terutama yang menjajakan dagangan di area publik, belum mendapatkan akses informasi yang memadai mengenai prosedur legalitas dan perizinan usaha. Hal ini bukan semata karena abai, melainkan karena lemahnya sosialisasi dan minimnya pendampingan dari otoritas terkait.
Dewa Wiwin menyebutkan bahwa kehadiran aparat dalam mendampingi UMKM bukan hanya sebagai penegak, tapi juga sebagai mitra pembina akan jauh lebih efektif. “Jika sejak awal pelaku usaha kecil sudah didampingi untuk memahami prosedur dan diberi fasilitas perizinan yang cepat dan mudah, maka penegakan hukum pun akan diterima tanpa resistensi,” jelasnya.
Dalam beberapa laporan yang masuk ke HIPMI Bali, terdapat pelaku UMKM yang barang dagangannya disita tanpa ada proses peringatan atau pemberitahuan terlebih dahulu. Kondisi ini tentu bisa menimbulkan trauma sosial, dan dikhawatirkan menurunkan motivasi masyarakat untuk berwirausaha.
Sebagai organisasi yang menaungi pengusaha muda, HIPMI Bali mendorong terciptanya sinergi antara pemerintah daerah, aparat, dan pelaku usaha mikro untuk menyusun mekanisme penertiban yang berbasis pada data, edukasi, dan solusi.
“Kami mengusulkan agar sebelum penertiban dilakukan, ada tahapan sosialisasi dan pendataan terlebih dahulu. Bagi yang belum memiliki izin, berikan masa tenggang dengan fasilitas pengurusan cepat. Jika pelanggaran tetap terjadi setelahnya, barulah ada tindakan lebih lanjut. Ini akan menciptakan suasana yang lebih adil dan membangun,” tegas Dewa Wiwin.
HIPMI Bali siap menjadi jembatan dialog antara UMKM dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa penataan sektor usaha kecil tetap menjunjung prinsip keberpihakan dan rasa keadilan sosial. Menurutnya, menjaga iklim usaha yang sehat tidak bisa dilakukan dengan pendekatan tunggal, apalagi yang cenderung represif.
“UMKM adalah tulang punggung ekonomi Bali. Jangan sampai pendekatan yang terlalu keras malah mengikis harapan dan semangat masyarakat untuk bangkit melalui usaha mandiri,” pungkasnya. (kbs)