BerandaDaerahPemkab Buleleng Gandeng Undiksha, Atasi Ratusan Siswa SMP yang Belum Bisa Membaca

Pemkab Buleleng Gandeng Undiksha, Atasi Ratusan Siswa SMP yang Belum Bisa Membaca

Foto : Illustrasi siswa sedang belajar membaca.

Buleleng, KabarBaliSatu

Masalah mendasar dalam dunia pendidikan kembali mencuat di Buleleng. Ratusan siswa SMP tercatat belum mampu membaca. Menanggapi situasi ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng bergerak cepat dengan menggandeng Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha).

Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng, Gede Suyasa, menyampaikan bahwa pihaknya kini mengimplementasikan program pendampingan intensif. Setiap siswa yang mengalami kesulitan membaca akan didampingi langsung oleh satu mahasiswa FIP Undiksha, sementara setiap sekolah akan dibimbing oleh seorang dosen.

“Anak-anak ini akan dibantu oleh tim dari FIP Undiksha yang dipimpin langsung oleh Prof. Widiana. Beberapa guru besar dan mahasiswa siap turun langsung ke lapangan,” ujar Suyasa, Selasa (29/4/2025).

Baca Juga  Rekam Jejak Sebagai Pejuang Pendidikan Sudah Terbukti, Gubernur Koster Komitmen Tingkatkan Kualitas Pendidikan di Pulau Dewata, Siapkan Beasiswa S2 Hingga Keluar Negeri

Pendekatan ini, menurut Suyasa, tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga dirancang sebagai model intervensi jangka panjang. Evaluasi akan dilakukan dalam satu hingga dua bulan ke depan. Jika hasilnya positif, program ini berpeluang diterapkan secara permanen.

“Ini akan menjadi model intervensi pendidikan. Tapi tentu akan kami evaluasi dulu hasilnya sebelum diputuskan untuk berlanjut,” jelasnya.

Tak berhenti di situ, Pemkab juga menggandeng Sekolah Luar Biasa (SLB) milik Pemerintah Provinsi Bali untuk menangani kasus khusus, seperti anak-anak difabel berat yang tak bisa membaca karena hambatan disabilitas.

Baca Juga  Wali Kota Jaya Negara Dorong Pengelolaan Sampah Terpadu, Denpasar Siap Jadi Contoh Nasional

“Untuk anak-anak difabel, kami sudah bekerjasama dengan SLB. Mereka siap menampung di asrama dan menanggung seluruh biaya, karena tidak semua hambatan bisa ditangani di sekolah reguler,” tegas Suyasa.

Langkah kolaboratif ini menjadi bukti nyata bahwa krisis literasi harus ditangani secara serius dan terstruktur, mulai dari akar permasalahan hingga solusi berbasis kemitraan dan inklusivitas.(kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini