Foto : Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka.
Jakarta, KabarBaliSatu
Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mulai menggelinding di ruang publik, namun Partai NasDem tak melihat urgensinya. Politikus senior NasDem, Bestari Barus, merespons dengan nada heran: Gibran melanggar apa?
“Kalau itu sebatas aspirasi, ya sah-sah saja dalam demokrasi. Tapi yang perlu dipahami, apakah memang ada skandal atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh wapres? Apa dasar hukumnya sampai harus bicara soal pemakzulan?” ujar Bestari, Selasa (6/5/2025).
Bestari menegaskan, sampai saat ini ia tidak melihat adanya pelanggaran serius yang bisa menjadi dasar konstitusional untuk memakzulkan Gibran. Ia meminta kelompok yang mengusulkan pemakzulan untuk tidak sekadar melempar wacana tanpa argumen yang kuat.
“Kalau cuma karena like or dislike, itu bahaya. Demokrasi bukan ajang balas dendam politik. Pemilu sudah selesai, mandat sudah diberikan rakyat. Biarkan yang terpilih bekerja,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bestari menilai banyak isu bangsa yang jauh lebih mendesak dibanding menggulirkan wacana pemakzulan. “Di saat ekonomi dunia tidak stabil, energi kita sebaiknya difokuskan pada kerja nyata, bukan sibuk bicara soal yang sudah selesai,” katanya.
Sikap serupa juga disampaikan Presiden Joko Widodo. Menanggapi isu pemakzulan terhadap putranya, Jokowi menyebut hal itu sebagai bentuk aspirasi yang sah di negara demokrasi.
“Itu usulan, sah-sah saja. Ini negara demokrasi,” ucap Jokowi singkat saat ditemui di kediamannya di Solo, Senin (5/5/2025).
Jokowi juga mengingatkan, bahwa Gibran dan Prabowo telah dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilu 2024. Mandat itu, kata Jokowi, adalah legitimasi tertinggi dalam sistem demokrasi.
Di tengah riuh politik pasca pemilu, wacana pemakzulan Gibran memunculkan kembali garis perdebatan antara suara kritis dan stabilitas politik. Namun hingga kini, tanpa dasar hukum yang kuat, isu itu tampak lebih sebagai bunyi nyaring tanpa arah.(kbs)