Foto: Gubernur Bali Wayan Koster dan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI Dwikorita Karnawati saat membahas langkah mitigasi bencana di Jayasabha, Denpasar, Rabu (8/10).
Denpasar, KabarBaliSatu
Memasuki musim hujan akhir tahun, Gubernur Bali Wayan Koster dan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) RI Dwikorita Karnawati membahas langkah mitigasi bencana di Jayasabha, Denpasar, Rabu (8/10). Pertemuan itu menjadi forum koordinasi strategis antara pemerintah daerah dan BMKG untuk menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang diperkirakan meningkat pada puncak musim hujan, Januari–Februari 2026.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa curah hujan pada musim kali ini berpotensi tinggi dan berisiko memicu banjir, banjir bandang, serta tanah longsor di sejumlah wilayah Bali. Karena itu, ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat.
“Segera lakukan pemetaan wilayah rawan banjir bandang, pemeriksaan dini aliran sungai di kawasan perbukitan, dan penataan ulang sungai yang dangkal atau menyempit,” ujar Dwikorita.
Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tanda-tanda alam. “Jika air sungai tiba-tiba naik cepat, terdengar suara gemuruh, atau tercium bau lumpur menyengat — segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi,” katanya.
Menanggapi arahan BMKG, Gubernur Koster langsung memerintahkan BPBD Bali untuk memetakan wilayah rawan banjir dan longsor serta menindaklanjuti hasilnya dengan langkah lapangan yang cepat dan terukur.
Ia juga menginstruksikan mitigasi menyeluruh terhadap daerah aliran sungai (DAS) dari hulu hingga hilir untuk mencegah meluasnya dampak bencana.
“Langkah ini meliputi normalisasi sungai, penanaman kembali kawasan gundul, audit terhadap empat DAS besar, Ayung, Badung, Mati, dan Unda, serta penertiban bangunan yang melanggar tata ruang,” tegas Koster.
Kebijakan tersebut selaras dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2024 tentang Kajian Risiko Bencana Provinsi Bali 2025–2029, yang menjadi dasar pembangunan berketahanan bencana di daerah. Pergub itu memuat panduan mulai dari pencegahan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Dengan adanya peta risiko dan kerentanan, pemerintah dapat mengambil keputusan mitigasi secara cepat, tepat, dan terarah,” ujar Gubernur Koster.
Dalam pertemuan itu, Koster juga menegaskan bahwa kebijakan mitigasi bencana harus sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yakni menjaga keharmonisan antara alam, manusia, dan kebudayaan.
Salah satu manifestasi visinya adalah penerapan konsep Danu Kerthi, penyucian dan pemuliaan sumber air seperti danau, mata air, dan sungai sebagai nadi kehidupan Bali.
“Sejalan dengan arahan BMKG, Bali sudah memiliki kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan alam, seperti saat Hari Raya Tumpek Wariga, di mana masyarakat bergotong royong membersihkan sungai dan menanam pohon di wilayah aliran sungai,” kata Koster.
Komitmen ini diperkuat dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, yang mengatur pelestarian daerah tangkapan air, pengendalian pencemaran, hingga pelibatan desa adat dalam pengelolaan sumber daya air.
Gubernur Koster menutup pertemuan dengan menegaskan pentingnya sinergi antarpemerintah dalam menghadapi dampak perubahan iklim global.
“Dengan kerja sama erat antara pusat, daerah, dan masyarakat, Bali bisa menjadi provinsi tangguh bencana yang menjaga harmoni antara manusia dan alam,” pungkasnya. (kbs)