Foto: Tokoh asal Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, atau akrab disapa Gus Adhi.
Jakarta, KabarBaliSatu
Komisi III DPR RI terus menggodok revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan membuka ruang seluas-luasnya bagi masukan publik. Kali ini, giliran Presidium Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) yang diundang menyuarakan pandangan mereka. Salah satu sorotan datang dari tokoh asal Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, atau akrab disapa Gus Adhi Amatra.
Dalam forum tersebut, Gus Adhi menegaskan pentingnya menempatkan profesi advokat sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem penegakan hukum. “Polisi, jaksa, hakim, dan advokat itu satu tim. Kalau ingin kepastian hukum terbangun, ya seluruh unsur ini harus bekerja sejajar dan saling menghormati,” ujar pendiri AMP Law Firm itu.
Gus Adhi menyoroti ketimpangan yang selama ini terjadi. Meski Undang-Undang Advokat telah menegaskan posisi advokat sebagai penegak hukum (Pasal 5 UU No.18 Tahun 2003), dalam praktiknya, mereka seringkali diperlakukan sebelah mata, bahkan seolah tak punya daya tawar saat mendampingi klien.
“Profesi advokat itu officium nobile, profesi mulia. Tapi hari ini, advokat seakan tidak punya harga diri di mata penegak hukum lain,” tegasnya.
Presidium DPP KAI sendiri mengajukan 80 poin masukan dalam revisi RUU KUHAP. Lima substansi utama yang ditekankan antara lain:
- Pengawasan atas upaya paksa – Setiap tindakan paksa oleh aparat harus mendapat izin dari pihak independen demi mencegah penyalahgunaan wewenang.
- Hak Penjaminan oleh Advokat – Advokat bisa menjamin kliennya dalam proses penangkapan atau penahanan, untuk menciptakan keseimbangan antara hak tersangka dan kekuasaan penyidik.
- Rekaman Pembelaan – Advokat diusulkan diberi hak merekam audio saat mendampingi tersangka demi transparansi dan perlindungan hak sipil.
- Perluasan Praperadilan – Termasuk kasus yang mandek lebih dari 90 hari tanpa alasan jelas, serta pelanggaran hak asasi dalam proses hukum.
- Negara Bertanggung Jawab Penuh – Semua proses pidana, dari penyidikan hingga eksekusi, harus dijalankan dengan biaya negara karena menyangkut relasi langsung antara warga dan negara.
Gus Adhi menutup pernyataannya dengan satu pesan tajam: “Hukum bukan alat kekuasaan. Hukum harus jadi fondasi kekuasaan yang adil dan beradab,” pungkasnya.