Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer.
Jakarta, KabarBaliSatu
Undang-Undang BUMN yang baru menyebutkan bahwa direksi ataupun komisaris perusahaan BUMN bukan lagi penyelenggara negara seperti dalam aturan lama. Dengan pengaturan ini banyak anggapan bahwa direksi maupun Komisaris BUMN tidak bisa dipidana termasuk jika terjerat kasus korupsi. Undang-Undang BUMN baru tersebut dinilai menghalangi penegak hukum untuk memberantas korupsi
Sorotan dan pertanyaan juga dari dari para wakil rakyat atas pengaturan di UU BUMN yang baru mengenai direksi ataupun komisaris perusahaan BUMN bukan lagi penyelenggara negara dan anggapan direksi BUMN kebal hukum.
Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer menyoroti hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Wakil Menteri BUMN di kompleks parlemen gedung DPR RI pada Selasa (6/5/2025).
Demer menekankan pentingnya kejelasan batasan hukum bagi para direksi BUMN untuk menghindari munculnya persepsi negatif di masyarakat. Ia menyoroti ketentuan dalam Undang-Undang BUMN yang dinilai tidak jelas dalam membedakan antara persoalan hukum yang dapat ditindak dan yang tidak.
Menurutnya, ketidakjelasan ini berpotensi disalahartikan seolah-olah seluruh persoalan hukum tidak dapat diproses, termasuk pidana, padahal penindakan atas pelanggaran hukum tetap merupakan kewenangan aparat penegak hukum.
“Di undang-undangnya, yang dimaksud tidak ditangkap dan ditangkap itu ini pengertiannya seluruh persoalan tidak boleh ditangkap. Padahal kita jelas kalau persoalan pidana dan sebagainya itu berwenang untuk ditangkap,” tegas Anggota Fraksi Golkar DPR RI itu.
Lebih lanjut Demer mengatakan bahwa kondisi ini telah memunculkan kebingungan dan menjadi bahan spekulasi di media. Hal tersebut juga berdampak pada citra DPR, khususnya Komisi VI, yang ikut terseret dalam opini publik seolah-olah memberikan perlindungan berlebihan terhadap direksi BUMN.
Wakil rakyat yang sudah lima periode sebagai wakil rakyat di DPR RI itu meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, untuk memberikan penjelasan yang tegas dan terperinci mengenai batasan hukum yang berlaku bagi jajaran direksi dan komisaris agar tidak menimbulkan kesan kebal hukum.
“Ini menjadi liar di media sehingga ini menjadi bulan-bulanan juga termasuk kita di DPR maupun di Komisi VI. Tolong dijelaskan Pak sejauh mana yang nantinya direksi yang bisa kena persoalan hukum ataupun yang tidak. Sehingga tidak menjadi persepsi yang seolah-olah ini kita sangat-sangat melindungi keberadaan direksi BUMN,” lanjut ujar Demer yang dikenal getol memberdayakan para pengusaha UMKM Bali hingga dikenal sebagai pahlawan UMKM Bali.
Tak hanya itu, Demer juga menyinggung masalah rangkap jabatan yang masih marak terjadi di jajaran komisaris BUMN. Ia mengusulkan agar jumlah maksimal jabatan komisaris dibatasi demi efisiensi dan efektivitas kinerja.
“Masalah rangkap jabatan juga, Pak, mungkin barangkali dibatasi lah barang dua, mungkin maksimum tiga jadi komisarisnya… Maksudnya untuk lebih efisien, efektif, dan tentu lebih fokus kepada jabatan itu sendiri,” ujar politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng itu. (kbs)