Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat meninjau langsung Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) milik Pemerintah Provinsi Bali di bawah naungan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, yang berlokasi di Banjar Kedungdung, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Sabtu (26/10/2025) pagi.
Karangasem, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya untuk menjadikan Bali mandiri dalam penyediaan sarana upacara (upakara) melalui optimalisasi dan pengembangan Taman Gumi Banten dan Usadha. Hal tersebut disampaikannya saat meninjau langsung Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) milik Pemerintah Provinsi Bali di bawah naungan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, yang berlokasi di Banjar Kedungdung, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Sabtu (26/10/2025) pagi.
“Tadi kami juga meninjau Taman Gumi Banten. Saat ini luas lahannya sekitar 4,2 hektare. Ke depan, lahan ini akan dioptimalkan terlebih dahulu karena di dalamnya terdapat sekitar 800 jenis tanaman, namun penataannya belum rapi,” ujar Gubernur Koster.
Untuk menata taman secara lebih terstruktur dan fungsional, Koster telah menginstruksikan Dinas Pertanian agar menerapkan sistem blok berdasarkan jenis tanaman.
“Jika ada 800 jenis tanaman, maka akan ada 800 blok. Misalnya satu blok untuk tanaman cempaka, satu untuk bambu, satu untuk pucuk, dan seterusnya. Dengan sistem ini, masyarakat akan lebih mudah mencari tanaman yang dibutuhkan untuk keperluan upacara besar, terutama tanaman langka yang kini sulit ditemukan,” jelasnya.
Menurut Koster, pengembangan Taman Gumi Banten memiliki arti strategis, tidak hanya sebagai pusat konservasi tanaman upacara, tetapi juga sebagai pusat referensi dan sumber daya hidup tradisi keagamaan Hindu di Bali. Ia menegaskan bahwa taman ini akan menjadi rujukan utama bagi masyarakat ketika membutuhkan jenis tanaman khusus yang semakin sulit diperoleh.
“Dengan pengembangan ini, Taman Gumi Banten akan menjadi pusat referensi tanaman upacara. Masyarakat yang membutuhkan jenis tanaman tertentu bisa datang langsung ke taman ini. Selain itu, masyarakat juga diperbolehkan mengambil tanaman dari sana dengan izin pengelola,” ujarnya.
Ke depan, Pemerintah Provinsi Bali juga berencana memperluas kawasan taman. Koster mengatakan, lahan yang ada saat ini kemungkinan tidak cukup jika jumlah tanaman bertambah menjadi dua ribu jenis atau lebih. Ia telah meminta Dinas Pertanian untuk melakukan pemetaan tanah milik Pemprov Bali yang memungkinkan dijadikan lokasi tambahan.
“Saya sudah meminta Dinas Pertanian untuk mengecek tanah milik Pemerintah Provinsi Bali yang memungkinkan dijadikan lokasi tambahan, dengan mempertimbangkan kesesuaian ekosistem, seperti kultur tanah, kualitas udara, suhu, ketinggian, dan jenis tanah. Sebab, beberapa tanaman hanya cocok tumbuh di daerah tertentu, misalnya di Karangasem, dan sulit hidup di wilayah lain,” paparnya.
Lebih jauh, Gubernur Koster menyoroti tantangan yang dihadapi Bali dalam memenuhi kebutuhan sarana upacara yang sebagian besar masih didatangkan dari luar daerah. Ia menilai, kondisi ini perlu segera diubah melalui penguatan sektor pertanian lokal.
“Dalam konteks ini, kita juga masih menghadapi tantangan dalam pemenuhan sarana upacara. Banyak kebutuhan upacara, bahkan bahan pokok seperti pisang, masih didatangkan dari luar Bali, termasuk Jawa. Ke depan, kita ingin agar kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dari hasil pertanian lokal,” ujarnya.
Untuk mendukung langkah tersebut, pemerintah mendorong para petani di desa-desa agar menanam lebih banyak tanaman upacara seperti kelapa dan pisang. Selain itu, Pemprov Bali juga tengah mengidentifikasi aset-aset lahan yang bisa dimanfaatkan untuk kawasan penanaman.
“Karena itu, petani di desa-desa diharapkan dapat menanam lebih banyak tanaman upacara seperti kelapa dan pisang. Untuk mendukung hal ini, kami sedang mengidentifikasi aset-aset milik Pemprov Bali yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan penanaman. Dengan begitu, pertanian lokal bisa berkembang dan kemandirian sarana upacara dapat tercapai,” tegasnya.
Melalui langkah ini, Gubernur Koster berharap Bali dapat mewujudkan kemandirian spiritual dan budaya dengan tidak lagi bergantung pada pasokan bahan upacara dari luar daerah. Penguatan sektor pertanian berbasis budaya ini sekaligus menjadi implementasi nyata dari visi pembangunan Bali: Nangun Sat Kerthi Loka Bali, menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya. (kbs)

