Foto: Agung Manik Danendra (AMD) tokoh publik Bali mengapresiasi kesetiaan dan keteguhan sikap Gubernur Bali Wayan Koster.
Denpasar, KabarBaliSatu
Keputusan Gubernur Bali Wayan Koster untuk tidak menghadiri retreat kepala daerah yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Agung Manik Danendra (AMD), tokoh publik Bali yang dikenal dengan julukan The Real Sultan Dermawan Bali.
AMD menilai absennya Koster, bersama delapan bupati/wali kota dari PDI Perjuangan di Bali, bukan sekadar keputusan politik, tetapi juga cerminan budaya Bali—kesetiaan kepada kawitan atau leluhur. Dalam konteks ini, kawitan diartikan sebagai induk partai, PDI Perjuangan, yang telah membesarkan Koster.
Koster-Giri, Duet Berpengalaman
Dalam keterangannya pada Rabu (26/2/2025), AMD lebih dulu mengucapkan selamat atas pelantikan Koster-Giri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Bali. Ia menilai pasangan ini sebagai kombinasi pemimpin berpengalaman, dengan Koster sebagai gubernur petahana dan Giri Prasta sebagai mantan Bupati Badung yang dikenal dengan program sosialnya.
“Semoga Pak Giri sebagai Wakil Gubernur bisa bares lebih luas lagi,” kata AMD, merujuk pada kebiasaan Giri Prasta memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat.
Kesetiaan yang Berbeda dengan Jokowi
Mengenai absennya Koster dalam retreat kepala daerah, AMD menilai keputusan itu sebagai bentuk kepatuhan pada perintah Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Ia membandingkannya dengan mantan Presiden Joko Widodo, yang dinilai “meninggalkan” partai yang membesarkannya hingga akhirnya didepak dari PDI Perjuangan.
“Pak Koster tetap setia pada kawitan sementara Jokowi memilih jalan berbeda dan malah dipecat,” ujar AMD.
Menurutnya, sikap Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali teguh pada garis partai adalah contoh loyalitas yang patut dihormati, terutama di tengah dinamika politik saat ini.
Kekhawatiran soal Hubungan Bali-Pusat
Meski mengapresiasi kesetiaan Koster, AMD juga menyoroti potensi dampak keputusan ini terhadap hubungan Bali dengan pemerintah pusat. Ia khawatir, jika komunikasi tidak berjalan baik, perhatian pemerintah pusat terhadap Bali bisa berkurang.
“Jangan sampai Bali jadi ‘sing ade ape De’ (tidak mendapat apa-apa), karena kita tetap butuh dukungan pusat,” tegasnya.
Namun, AMD menilai masih terlalu dini untuk menilai dampak keputusan ini, mengingat Koster-Giri baru saja dilantik.
Berbeda Jalur dengan Pemerintah Pusat?
Menanggapi anggapan bahwa absennya Koster dalam retreat adalah bentuk perlawanan terhadap Presiden, AMD menilai hal itu terlalu berlebihan. Namun, ia mengakui bahwa ada perbedaan pandangan yang makin nyata antara kepala daerah dari PDI Perjuangan dan pemerintah pusat.
“Ini ibarat rel kereta yang tidak sepenuhnya terhubung, bisa jadi hambatan di masa depan,” ujarnya.
Sebagai tokoh yang dikenal kritis, AMD mengingatkan pentingnya keseimbangan antara loyalitas pada partai dan kepentingan rakyat. Ia menegaskan bahwa jika dirinya berada di posisi gubernur, ia akan mengutamakan kepentingan negara di atas segalanya.
“Tapi saya bukan kader PDI Perjuangan, jadi situasinya tentu berbeda,” imbuhnya.
Apresiasi untuk Koster
Meski menyoroti berbagai aspek, AMD tetap mengapresiasi keteguhan Koster dalam menjaga kesetiaannya. Baginya, keputusan Koster mencerminkan ajaran Bali untuk selalu eling dan patuh pada kawitan meskipun terkadang bertentangan dengan hati nurani. (kbs)
“Saya salut, apapun petunjuk kawitan tetap ditaati. Itu luar biasa,” pungkasnya.