BerandaHukumWakil Ketua DPRD Denpasar Gus Yoga Tegaskan Pelaku Maupun Korban Perundungan di...

Wakil Ketua DPRD Denpasar Gus Yoga Tegaskan Pelaku Maupun Korban Perundungan di SMP PGRI 7 Denpasar Harus Dilindungi

Pelaku Dikonseling Jangan Dipidana, Korban Wajib Didampingi Psikolog

Foto: Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, Ida Bagus Yoga Adi Putra atau yang akrab disapa Gus Yoga.

Denpasar, KabarBaliSatu

Kasus kekerasan fisik (perundungan) yang melibatkan siswi SMP PGRI 7 Denpasar menjadi sorotan publik. Peristiwa pada Jumat, 9 Mei 2025 itu berujung damai lewat jalur kekeluargaan pada Sabtu, 10 Mei 2025, hanya beberapa hari jelang ujian sekolah.

Dalam mediasi yang mempertemukan semua pihak termasuk korban NPCDD (15), pelaku NLAP (15), serta siswi lain PSW (15) turut hadir jajaran sekolah, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, UPTD PPA Kota Denpasar, hingga Tim Renakta Polda Bali dan Bhabinkamtibmas Panjer.

Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, Ida Bagus Yoga Adi Putra atau yang akrab disapa Gus Yoga, menyampaikan keprihatinannya. Ia menekankan bahwa baik korban maupun pelaku adalah anak-anak yang masih membutuhkan perlindungan, bukan sekadar sanksi.

“Anak-anak ini adalah masa depan bangsa. Perlindungan tak boleh memihak. Jangan hanya fokus pada siapa yang terluka secara fisik, tapi lihat juga potensi luka batin yang dialami pelaku,” tegas politisi Gerindra tersebut.

Baca Juga  PERADI SAI Gelar Munas dan Seminar Nasional Gratis: Dorong Reformulasi KUHAP yang Adil dan Pro-HAM

Gus Yoga menilai bahwa baik korban maupun pelaku dalam kasus kekerasan di SMP PGRI 7 Denpasar harus mendapatkan perlindungan yang adil. Menurutnya, korban perundungan perlu segera mendapatkan penanganan psikologis guna mencegah trauma berkepanjangan.

Sementara itu, ia menolak pendekatan hukum pidana terhadap pelaku yang masih di bawah umur.

Ia mendorong agar pelaku diberikan pendampingan dan konseling untuk menggali akar masalah yang melatarbelakangi tindakannya. Berdasarkan pengamatannya, banyak kasus perundungan yang muncul akibat kurangnya perhatian dari lingkungan keluarga atau karena adanya masalah internal di rumah.

Karena itu, Gus Yoga menekankan pentingnya pembinaan sejak dini agar tindakan kekerasan serupa tidak terulang di masa mendatang.

“Saya menginginkan baik pelaku maupun korban dapat perlindungan biar jelas karena jadi korban perundungan harus dibawa ke psikolog agar dia tidak trauma. Nah untuk pelaku ini jangan ditindak secara pidana namun diberikan konseling, kita harus lihat akarnya di mana, apakah pelaku itu melakukan tindakan seperti itu, apakah karena kurang perhatian di rumahnya atau masalah keluarga,” katanya.

Baca Juga  DILEMA KONSTITUSIONAL DALAM PENETAPAN PPHN: TAP MPR, UU, ATAU KONVENSI?

“Karena banyak saya lihat pelaku perundungan itu didasari oleh kurang perhatian dari keluarga dan juga keluarganya bermasalah. Jadi agar nanti kedepannya kita bina agar tidak sampai menjadi tindak pidana seperti itu,” imbuh tokoh muda ini.

Sebagai Ketua DPC Gerindra Denpasar, Gus Yoga mendorong Pemerintah Kota melalui Dinas Sosial untuk memberikan pendampingan menyeluruh, dari konseling psikologis, medis, hingga rehabilitasi sosial bagi semua anak yang terlibat.

Menurutnya, tindakan kekerasan bisa lahir dari tekanan lingkungan, termasuk keluarga. Oleh karena itu, solusi jangka panjang harus melibatkan upaya pemulihan dan reintegrasi, bukan semata-mata penegakan hukum.

Baca Juga  Kapolda dan Kajati Bali Kompak Dukung Gubernur Koster Berangus Premanisme Berkedok Ormas: Bali Harus Aman, Titik!

“Pelaku juga bisa jadi korban. Jangan buru-buru menghakimi. Negara punya tanggung jawab menjamin tumbuh kembang anak secara utuh, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak,” jelasnya, merujuk pada Pasal 1 Ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP PGRI 7 Denpasar, I Nyoman Ardika, menjelaskan bahwa konflik bermula dari kesalahpahaman terkait iuran kelas. Ketegangan antara bendahara kelas PSW dan NLAP memuncak, hingga NPCDD yang berniat melerai justru jadi korban kekerasan. Insiden tersebut membuat NPCDD mengalami luka di leher, bibir, dan betis.

Meski telah damai, kasus ini sempat masuk ranah hukum dan dikenakan Pasal 80 Ayat (1) juncto Pasal 76C UU Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara.

Namun, pada akhirnya, pendekatan restoratif menjadi jalan yang diambil. Sebuah keputusan yang menurut Gus Yoga, lebih berpihak pada masa depan anak-anak, bukan hanya pada pembalasan atas kesalahan. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini