Foto: Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, saat membuka Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Bali Tahun 2025 di Kantor Gubernur Bali, Selasa (15/7).
Denpasar, KabarBaliSatu
Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, menegaskan pentingnya sinergi antara Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten/kota, dan Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam menuntaskan persoalan kemiskinan di Pulau Dewata. Pernyataan itu disampaikan saat membuka Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Bali Tahun 2025 di Kantor Gubernur Bali, Selasa (15/7).
Dalam sambutannya, Giri Prasta menyampaikan bahwa penanggulangan kemiskinan bukan sekadar program sektoral, melainkan gerakan kolektif yang membutuhkan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan. Ia menyebutkan bahwa upaya pengentasan kemiskinan akan dijalankan secara terintegrasi, melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Sosial, dan perangkat lainnya di tingkat kabupaten/kota.
“Masalah kemiskinan adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah wajib memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat: sandang, pangan, dan papan. Program-program kita harus sinkron dan saling menguatkan, tidak boleh tumpang tindih,” tegas Giri Prasta.
Ia juga memaparkan bahwa seluruh kebijakan pembangunan di Bali berlandaskan pada enam prinsip utama: pro-growth, pro-job, pro-poor, pro-culture, pro-environment, dan pro-law enforcement. Dalam konteks pro-poor, ia menyebut program bedah rumah sebagai salah satu langkah konkret yang akan diperluas pelaksanaannya.
“Bayangkan jika provinsi targetkan 1.000 rumah, kabupaten/kota 500 rumah, dan Forum TJSL juga ikut berkontribusi. Ini bukan mimpi. Dalam lima tahun ke depan, kita bisa wujudkan Bali bebas kemiskinan,” ujarnya penuh keyakinan.
Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra, turut memaparkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Bali per September 2024 tercatat hanya 3,8 persen—terendah secara nasional. Meski begitu, ia menekankan perlunya langkah berkelanjutan melalui evaluasi dan penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) Tahun 2025–2029 agar hasil yang telah dicapai dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
“Rapat koordinasi ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kebijakan dan strategi kita ke depan,” kata Wiasthana.
Dengan kolaborasi yang solid antar-pemerintah dan dunia usaha, Bali menatap lima tahun ke depan dengan satu harapan besar: menjadikan kesejahteraan sebagai hak nyata setiap warga, bukan sekadar wacana. (kbs)

