Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali, yang juga Ketua DPD Golkar Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer.
Jakarta, KabarBaliSatu
Komisi VI DPR RI menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Menteri Perdagangan Budi Santoso, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri, serta Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Rhamdani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2025). Agenda utama pertemuan ini adalah mengevaluasi dan memperbaiki tata niaga komoditas gula nasional, sekaligus menindaklanjuti hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer, menyoroti pentingnya konsolidasi dan koordinasi antar-BUMN pangan di bawah ID Food untuk memperkuat sistem ketahanan pangan nasional.
“Saya ingin bertanya, kita ini kan sedang bicara bahwa regulatornya sudah ada, eksekutornya juga sudah ada. Dulu saya lihat, di pihak eksekutor sempat ada kebingungan karena berbagai BUMN tidak terkonsolidasi. Sekarang, BUMN-BUMN itu sudah bisa terkonsolidasi di bawah ID Food. Ini tentu sangat memudahkan koordinasi, baik dalam hal kebijakan eksekusi maupun kebijakan keuangan,” ujar Demer.
Anggota Fraksi Golkar DPR RI itu menilai, penyatuan perusahaan-perusahaan pangan negara di bawah satu payung koordinasi akan membuat kebijakan pangan lebih terarah dan efisien.
“Saya rasa sekarang semuanya bisa terkonsolidasi di ID Food. Dulu kan masing-masing jalan sendiri, PTPN jalan sendiri, Bulog jalan sendiri, jadi tidak terkoordinasi. Saya yakin, dengan konsolidasi yang ada sekarang, eksekutornya bisa mewujudkan cita-cita besar untuk ketahanan pangan,” tegasnya.
Demer yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Bali menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap isu ketahanan pangan, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global.
Ia menilai, ketahanan pangan akan menjadi persoalan krusial di masa depan karena situasi dunia yang semakin tidak menentu dan penuh konflik. Bahkan, menurutnya, eskalasi perang yang kini merambah kawasan Asia Tenggara, termasuk wilayah sekitar Kamboja dan Thailand, dua negara yang selama ini menjadi sumber ketergantungan pangan bagi Indonesia, menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk memperkuat kemandirian pangan nasional.
“Soal ketahanan pangan ini, Pak Prabowo sangat menekankan pentingnya. Karena memang ketahanan pangan ke depan akan jadi hal yang krusial, apalagi di tengah kondisi dunia yang penuh konflik. Perang sudah semakin dekat ke wilayah kita, ke arah Kamboja dan Thailand, yang sebenarnya menjadi sumber ketergantungan pangan bagi kita,” ujarnya.
Menurut Demer, penguatan sistem pangan nasional harus dilakukan secara menyeluruh dengan mengedepankan pendataan yang akurat dan penerapan teknologi digital dalam setiap proses pengawasan distribusi. Ia menilai, dengan koordinasi yang kini semakin solid antara ID Food sebagai pelaksana dan Kementerian Perdagangan sebagai regulator, serta keterlibatan Kementerian Pangan, persoalan kebocoran atau penyimpangan dalam tata niaga gula seharusnya dapat segera teratasi.
Pemerintah, lanjutnya, memiliki perangkat yang memadai untuk menelusuri sumber kebocoran tersebut, baik di tingkat hulu maupun hilir, sehingga dapat diketahui secara pasti apakah pelanggaran terjadi di pihak importir atau di pabrik gula rafinasi.
“Sekarang yang perlu dipastikan adalah, kebocoran itu terjadi di mana? Di hulu atau di hilir? Kementerian kan punya perangkat untuk mendeteksi. Siapa yang bocor, importir atau pabrik gula rafinasi?,” tanya Demer.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso melaporkan adanya temuan penting hasil pengawasan yang dilakukan bersama Satgas Pangan. Dari total 30 merek gula yang diambil sampelnya dan diuji di laboratorium, teridentifikasi enam merek yang terbukti menggunakan bahan baku gula kristal rafinasi (GKR).
Praktik tersebut dinilai sebagai pelanggaran, karena gula kristal rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri pengguna, seperti makanan, minuman, dan jamu, bukan diolah kembali menjadi gula konsumsi untuk masyarakat.
“Berdasarkan hasil pengawasan bersama Satgas Pangan, ditemukan indikasi pelanggaran. Dari 30 merek gula yang diambil sampelnya dan diuji di laboratorium, ada 6 merek yang terbukti menggunakan bahan baku gula kristal rafinasi (GKR). Artinya, gula GKR diolah menjadi gula konsumsi (GKP), padahal itu tidak diperbolehkan,” ungkap Budi.
Ia menjelaskan, GKR seharusnya hanya digunakan oleh industri pengguna, seperti makanan, minuman, atau jamu, bukan diolah kembali menjadi gula konsumsi.
“Kasus ini sudah ditemukan, dan saat ini sedang dalam proses hukum,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, Demer menilai penegakan hukum menjadi langkah penting untuk menekan kerugian negara sekaligus memperkuat sektor perkebunan nasional.
“Kalau penegakan hukumnya berjalan, tentu kerugian negara bisa ditekan. Selain itu, kita juga bisa mengoptimalkan potensi perkebunan, termasuk sawit, untuk dikembangkan menjadi perkebunan tebu agar kebutuhan nasional terpenuhi,” katanya.
Ia menegaskan bahwa ketahanan pangan dan energi merupakan dua pilar utama yang akan menentukan masa depan bangsa. Menurutnya, apabila kebutuhan nasional dapat terpenuhi secara mandiri, maka visi ketahanan pangan yang menjadi perhatian utama Presiden Prabowo Subianto dapat terwujud.
Demer menilai, tanpa fondasi yang kuat dalam sektor pangan dan energi, Indonesia akan menghadapi tantangan serius di masa depan, bahkan berpotensi menimbulkan instabilitas sosial apabila kedua sektor vital tersebut tidak terjaga dengan baik.
“Jika kebutuhan nasional terpenuhi, ketahanan pangan yang ditekankan Pak Prabowo akan terwujud. Sebab ketahanan pangan dan energi adalah dua hal yang sangat penting ke depan. Tanpa itu, negeri ini akan kesulitan, banyak yang meramalkan bangsa bisa terpecah bila urusan pangan dan energi tidak kuat,” ujar Demer.
Politisi senior Partai Golkar ini juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dan kecerdasan buatan (AI) dalam memperkuat sistem distribusi pangan nasional agar lebih transparan, efisien, dan aman. Ia menilai, penerapan teknologi digital yang optimal, termasuk di lingkungan Bulog, menjadi langkah strategis untuk mencegah kebocoran dan meningkatkan efisiensi pengelolaan stok pangan.
Dengan integrasi sistem berbasis IT dan AI di seluruh jaringan pergudangan, ia meyakini tata kelola pangan nasional akan semakin efektif, akurat, dan mampu menjamin keamanan pasokan secara berkelanjutan.
“Karena itu, saya ingin memastikan ke depan ada pemanfaatan teknologi IT yang benar-benar optimal, termasuk di Bulog. Teknologi IT dan AI harus diterapkan di seluruh gudang agar tidak ada lagi kebocoran. Saya yakin, dengan penerapan teknologi digital dan AI, sistem akan menjadi lebih efisien, efektif, dan aman,” pungkasnya. (kbs)