Foto: Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ir. I Nengah Senantara yang juga Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali dari Fraksi Partai NasDem.
Denpasar, KabarBaliSatu
Sekitar 100 pekerja sektor pariwisata di Bali mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2025. Data tersebut diungkap Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali belum lama ini. Mayoritas pekerja yang terkena PHK berasal dari bidang perhotelan dan restoran. Kabupaten Badung disebut sebagai wilayah yang paling terdampak.
Merespons kondisi tersebut, Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ir. I Nengah Senantara, menilai situasi ini cukup dilematis. Di satu sisi, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali telah kembali ke level normal seperti sebelum pandemi COVID-19. Namun di sisi lain, justru terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja sektor pariwisata. Selain itu, ia juga menyoroti maraknya wisatawan yang tinggal di penginapan atau properti bodong.
“Nah ini memang agak dilematis ya, satu sisi kunjungan wisatawan yang datang ke Bali sudah menunjukkan angka normal, sama seperti sebelum COVID. Tetapi apa yang terjadi sekarang justru ada PHK kan, terus ada yang kedua, selain PHK, ada tinggal di penginapan ataupun properti-properti bodong,” ujar Senantara yang juga berlatarbelakang pelaku pariwisata.
Senantara yang juga Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali dari Fraksi Partai NasDem menilai, persoalan ini sebenarnya dapat ditangani dengan langkah sederhana namun selama ini tampak dibuat rumit. Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat di pintu masuk, khususnya di imigrasi, sebagai langkah awal untuk menertibkan keberadaan wisatawan asing yang menyalahgunakan izin tinggal.
“Nah untuk menyikapi ini sebenarnya sangat simple, sangat gampang. Cuma kadang-kadang dibuat susah. Cara yang paling utama diperketat di imigrasi. Kalau kita masuk ke negara lain, begitu masuk ke negara itu, di imigrasi sudah berbagai macam pertanyaan muncul,” jelas Senantara yang juga dikenal berjiwa sosial dan senang berbagi lewat tagline Senantara Berbagi Senantara Peduli.
Menurutnya, negara lain kerap menanyakan secara rinci lokasi tinggal, durasi kunjungan, dana yang dibawa, serta aktivitas selama berada di negara tujuan. Pendekatan serupa, harus diterapkan lebih tegas di Bali agar pengawasan terhadap wisatawan lebih maksimal.
“Tamunya ramai, tapi kenapa hotelnya kosong? Nah ini penyebabnya lagi-lagi kontrol kita yang kurang memadai,” tambahnya.
Selain itu, Senantara menyoroti maraknya praktik bisnis ilegal yang dilakukan warga asing. Ia menyebut adanya kecenderungan orang asing menyewa properti, lalu mendatangkan kerabat atau pihak lain yang mengaku sebagai keluarga untuk menginap atau menjalankan bisnis tanpa izin resmi.
“Yang kedua, tentu ini ada indikasi juga orang asing juga melakukan bisnis yang sama di Bali. Membuka, mengontrak satu tempat, udah gitu, mendatangkan kadang temennya datang, kadang keluarganya datang, kadang orang lain datang, dia pura-pura mengakui sebagai keluarganya. Nah ini kelemahannya apa? Dikontrol lagi-lagi,” tegasnya.
Senantara mendorong adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam mendeteksi praktik-praktik seperti ini. Ia menilai peran struktur terbawah di masyarakat seperti Kepala Lingkungan (Kaling), Kelian Dinas, hingga Kepala Desa sangat penting dalam memberikan laporan yang akurat.
“Kalau ini bersatu padu memberikan informasi kepada, dalam hal ini Pemda, saya meyakini yang bodong-bodong ini tidak terjadi. Yang terjadi ini karena tidak ada sinkron ya,” ucapnya.
Terkait nasib pekerja yang terkena PHK, Senantara menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak mereka, terutama bagi pekerja harian lepas atau daily worker (DW) yang selama ini mendominasi jumlah korban PHK.
“Nah, ini PHK juga satu sisi yang di PHK itu adalah kebanyakan, menurut data yang saya baca, itu adalah kebanyakan DW, tenaga kerja yang sementara. Kita nggak bisa berbuat banyak. Karena dia belum tenaga tetap,” katanya.
Ia mendesak Dinas Ketenagakerjaan untuk lebih tegas dalam mengawasi status kerja para pekerja pariwisata. Menurutnya, ada aturan yang mengharuskan pekerja harian untuk segera diangkat menjadi pekerja kontrak, dan kemudian menjadi pekerja tetap.
“Itu ada rulenya, ada aturannya. Nah, ini Dinas Tenaga Kerja barangkali belum klik dengan pengusaha-pengusaha itu tadi,” pungkasnya. (kbs)

