Penulis : I Putu Yuda Suparsana, Plt. Ketua PDK Kosgoro 1957 Provinsi Bali
Denpasar, KabarBaliSatu
DPD Partai Golkar Provinsi Bali sebentar lagi akan menghadapi momentum politik lima tahunan yang merupakan forum tertinggi kedaulatan organisasi yaitu Musyawarah Daerah Partai GOLKAR Provinsi Bali. Forum penting yang nantinya akan menentukan siapa nahkoda Partai Golkar Bali kedepan di penghujung masa jabatan I Nyoman Sugawa Korry yang telah memimpin Golkar Bali selama lima tahun di periode 2020-2025.
Sempat mengalami penundaan jadwal yang sedianya dilaksanakan pada tanggal 23 Mei lalu, DPP Partai Golkar akhirnya menetapkan Musda Partai Golkar Bali dilaksanakan pada tanggal 13 Juli mendatang, walaupun belum dapat dipastikan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia bisa hadir dalam kegiatan dimaksud. Sebagaimana diketahui, jadwal Bahlil Lahadalia akhir-akhir ini sangat padat selain dalam kapasitas sebagai Menteri ESDM, juga mendapat penugasan khusus dari presiden sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
Ketika kita bicara output dalam pengelolaan partai politik, tentunya kita bicara hasil akhir yang diperoleh pada setiap perhelatan politik yang diikuti Partai Golkar khususnya di Bali. Masa bakti kepengurusan 5 tahun, merupakan waktu yang sangat cukup untuk melakukan pembinaan kader, menyusun taktik dan strategi kampanye hingga menyiapkan kader-kader terbaik untuk bertarung dalam mencapai target yang telah ditentukan dalam panggung politik pemilu.
Berbicara soal target, setiap partai politik pasti menginginkan kenaikan hasil dibanding pemilu-pemilu sebelumnya, atau setidaknya bertahan pada situasi dan kondisi politik di daerah-daerah tertentu seperti Bali yang memang identik dengan hegemoni PDIP. Secara historis, dalam setiap perhelatan pemilu legislatif pasca reformasi, Golkar Bali selalu berada di posisi 2 besar bersama PDIP yang memang sangat mendominasi di Bali. Baru di Pemilu 2024 lalu Golkar Bali menorehkan “catatan negatif” dengan menurunnya perolehan kursi di DPRD Bali dan DPR-RI. Bagi Golkar Bali, hasil tersebut juga menjadi “rekor baru” dalam sejarah Golkar Bali karena baru kali ini terlempar ke posisi ke 3 disalip Partai Gerindra. Artinya, Golkar Bali saat ini sedang mengalami degradasi eksistensi dan sedang membutuhkan “treatment khusus” agar bisa “rebound” pada pemilu yang akan datang.
Oleh karenanya sekali lagi, Musda Partai Golkar Bali nantinya, harus dijadikan ajang interospeksi diri dan momentum untuk menggaungkan kembali kebangkitan Golkar Bali. Tidak usah sibuk mencari kambing hitam atas suatu kegagalan. Saatnya Golkar Bali fokus untuk berbenah. Tidak dapat dipungkiri, di saat seperti ini Golkar Bali butuh figur baru yang lebih mumpuni untuk duduk di pucuk kepemimpinannya.
Gde Sumarjaya Linggih alias Demer, tokoh senior Golkar yang saat ini duduk sebagai Ketua DPP Partai Golkar Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Bali-Nusra dinilai sangat layak untuk memimpin Golkar Bali menggantikan Sugawa Korry. Dengan pengalaman panjang Demer dalam kancah politik nasional dengan beberapa kali menjabat Ketua DPP Partai Golkar yang membidangi pemenangan pemilu, dan juga sepak terjangnya 5 kali berturut-turut lolos ke kursi DPR-RI, adalah bukti ansih kemampuan politik seorang Demer. Sekarang sudah saatnya dia “turun gunung” memimpin Golkar Bali untuk melakukan pembenahan.
Disisi lain, Sugawa Korry juga telah men “declare” keinginannya untuk kembali maju sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali dalam musda mendatang. Walaupun dalam banyak kesempatan, Sugawa Korry selalu menyatakan masih menunggu “restu” langsung dari Ketua Umum Bahlil Lahadalia untuk kembali maju. Keinginan itu tentunya sah-sah saja, tapi semestinya Sugawa Korry harus memikirkan kembali ambisinya tersebut. Sadar bahwa posisi politiknya saat ini kurang strategis untuk kembali bertarung, maka langkah terbaik adalah bersikap legowo dan kompromistis demi kepentingan Golkar Bali kedepan. Jika Sugawa Korry berani mengambil langkah tersebut, maka hal itu adalah sikap yang sangat ksatria dan sejatinya merupakan kemenangan yang “sangat terhormat” baginya.
Melihat kondisi Golkar Bali saat ini, maka Golkar Bali butuh figur yang memiliki posisi dan bargaining politik tinggi. Demer tentu dianggap kompeten dan memenuhi kriteria tersebut, selain pengalaman panjangnya di Golkar, Demer juga telah malang melintang dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan profesi diantaranya pernah memimpin HIPMI Bali dan Kadin Bali.
Kalaupun nantinya terjadi pertarungan diantara Sugawa Korry dan Demer, tentunya itu bagian dari proses demokrasi dan pendidikan politik yang positif di internal Golkar Bali. Siapapun yang terpilih adalah kader terbaik yang dipercaya oleh seluruh kader untuk menjadi pemimpin. Terhadap kemungkinan munculnya kekecewaan yang berujung pada perpecahan internal partai dari pihak yang kalah, hal itu biasa terjadi sebagai sebuah konsekwensi pertarungan. Namun harus diingat, Partai Golkar sudah sangat berpengalaman mengelola dinamika politik internal seperti ini, tinggal bagaimana pemimpin yang terpilih nantinya memiliki kemampuan untuk menormalisasikan keadaan.
Sebagian besar pihak meyakini, seorang Demer akan mampu mengatasi persoalan-persoalan dimaksud karena karakter dan etos kerja yang dianutnya. Demer dikenal akomodatif, profesional dalam menilai kemampuan kader, terbuka terhadap masukan, tipe pemimpin yang egaliter, tidak pendendam, mau merangkul semua pihak walaupun pernah jadi lawannya dan yang terpenting dia punya pendirian yang sangat kuat dalam mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan pribadinya.
Demer juga dikenal memiliki kedekatan dengan junior-juniornya di organisasi yang pernah digelutinya seperti Kadin, HIPMI dan Junior Chamber International. Sering terlibat dalam berbagai diskusi di organisasi-organisasi tersebut membuatnya dikenal “humble” dan memiliki jaringan yang kuat secara nasional di berbagai kalangan, baik politisi, pengusaha, aktifis, dan lain sebagainya. Kondisi ini tentunya memberikan angin segar akan adanya perubahan yang signifikan di tubuh Golkar Bali, dengan peluang masuknya wajah-wajah baru dari berbagai organisasi tersebut baik di kepengurusan Golkar Bali maupun ormas-ormas karya kekaryaan sebagai bagian keluarga besar Golkar.
Soal siapa yang terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali dalam musda nanti, tentu semua bergantung pada pemilik suara. 15 pemilik suara akan menentukan nasib Golkar Bali setidaknya dalam perjalanan 5 tahun kedepan termasuk menghadapi momentum Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif DPR-RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Pemilu Kepala Daerah pada tahun 2029 dan 2031 mendatang (jika putusan Mahkamah Konstitusi No 135/2024 memang benar-benar diberlakukan). Yang pasti pilihannya adalah, apakah Golkar Bali ingin tetap berjalan dengan gaya “regresif” nya seperti sekarang atau berani melangkah secara “progresif” menghadapi tantangan dinamika politik di masa depan? Silahkan dipikirkan secara obyektif dari sekarang. (kbs)