Foto: Perguruan Tinggi di Bali dukung program “Satu Keluarga Satu Sarjana”.
Denpasar, KabarBaliSatu
Komitmen untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) Bali yang unggul dan berdaya saing kembali ditunjukkan oleh sejumlah perguruan tinggi di Pulau Dewata. Melalui program “Satu Keluarga Satu Sarjana” yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Bali, sebanyak 28 perguruan tinggi negeri dan swasta resmi menandatangani Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama dengan Pemprov Bali pada Selasa (29/7/2025), di Gedung Kertha Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Denpasar.
Program ini bertujuan memberikan akses pendidikan tinggi kepada masyarakat kurang mampu, khususnya keluarga yang belum memiliki anggota berpendidikan sarjana. Dalam pelaksanaannya, Pemprov Bali menggandeng 8 perguruan tinggi negeri dan 20 perguruan tinggi swasta, menyediakan total kuota 1.450 mahasiswa untuk tahun ajaran perdana yang dimulai Agustus 2025.
Program inipun mendapatkan apresiasi sebagai program revolusioner dan visioner Gubernur Koster.
Salah satu perguruan tinggi yang menyambut positif program ini adalah Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI). Rektor INSTIKI, I Dewa Made Krishna Muku, S.T., M.T., menyatakan kesiapan pihaknya dalam mendukung program ini dengan menyediakan 50 kuota bagi calon mahasiswa di dua program studi, yakni Informatika dan Rekayasa Sistem Komputer.
“Dari INSTIKI menyediakan 50 kuota untuk dua prodi. Prodi Informatika dan Rekayasa Sistem Komputer,” jelasnya.
Menurut Krishna Muku, program “Satu Keluarga Satu Sarjana” merupakan langkah transformatif dalam pembangunan SDM Bali. Ia menilai bahwa kehadiran seorang sarjana dalam sebuah keluarga dapat menjadi titik awal terjadinya perubahan sosial dan ekonomi. Pendidikan diyakininya sebagai faktor kunci yang mampu mengubah kehidupan seseorang maupun keluarganya secara menyeluruh. Dengan adanya lulusan sarjana di setiap keluarga, diharapkan akan tercipta dampak yang signifikan dan berkelanjutan bagi masyarakat Bali.
“Tentu ini program yang sangat luar biasa ya. Jadi kalau sudah satu keluarga itu ada sarjana, itu kan bisa membuat start awal mereka untuk terjadi perubahan lah ya. Memang pada akhirnya kan pendidikan lah yang bisa merubah hidup kita ya, hidup keluarga dan lain sebagainya. Jadi kalau ada satu sarjana sebagai startnya, ini akan memberikan dampak yang luar biasa,” tegasnya.
Komitmen serupa juga datang dari Universitas Mahendradatta. Ketua Umum Yayasan Mahendradatta, Dr. Shri I Gusti Ngurah Wira Wedawitry Wedastera Putra Mahendradatta Suyasa, atau yang akrab disapa Turah Wira, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima alokasi sebanyak 50 kuota mahasiswa untuk program “Satu Keluarga Satu Sarjana”.
Kuota tersebut akan didistribusikan ke empat fakultas yang ada di universitas tersebut. Ia menilai program ini sebagai inisiatif yang luar biasa dari Pemerintah Provinsi Bali, yang dinilai sangat membantu perguruan tinggi swasta dalam bersinergi membangun kualitas sumber daya manusia di Bali.
“Kami mendapat 50 kuota. Dari 4 fakultas kami akan kami bagi. Dan program ini luar biasa sekali, kami support sekali dari apresiasi, dari Pemprov, berkenan membantu kami di PTS, Perguruan Tinggi Swasta, untuk bersinergi membangun SDM Provinsi Bali,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa investasi di bidang pendidikan merupakan langkah strategis jangka panjang, terutama bagi Bali yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah seperti tambang atau hasil bumi lainnya. Dengan kondisi tersebut, kekuatan utama Bali terletak pada kualitas manusianya.
Oleh karena itu, program “Satu Keluarga Satu Sarjana” dinilainya sangat tepat sebagai upaya membangun SDM yang menjadi aset utama daerah.
“Investasi SDM itu tidak bisa dilihat langsung, berkala dia, investasi jangka panjang. Karena Bali ini tidak memiliki SDA yang luar biasa seperti Kalimantan, tidak memiliki tambang, kita hanya memiliki orang. Jadi tepat sekali Pak Gubernur memiliki program seperti ini, membangun SDM,” jelasnya.
Ia juga berharap agar program ini terus berlanjut secara konsisten tiap tahun, dengan kuota yang semakin diperluas.
Sementara itu, Primakara University turut berkontribusi melalui penyediaan 25 kuota yang disebar merata ke seluruh tujuh program studi yang dimiliki. Rektor Primakara University, Dr. Made Artana, menilai program ini sangat strategis dalam memutus rantai kemiskinan di Bali melalui pendidikan.
“Yang jelas kan tujuannya sangat mulia. Yang pasti kita di perguruan tinggi pasti harus meningkatkan APK di Bali, kemudian memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan. Jadi ya tujuan yang besar itu ya harus kita dukung,” katanya.
Terkait skema pembiayaan, Artana menjelaskan bahwa biaya pendidikan dalam program ini ditanggung secara gotong royong antara Pemerintah Provinsi Bali dan pihak perguruan tinggi. Pemprov Bali menanggung biaya kuliah sebesar Rp1 juta per mahasiswa per semester, sementara sisanya, termasuk uang pangkal atau Dana Pengembangan Pendidikan (DPP), sepenuhnya menjadi kontribusi dari masing-masing perguruan tinggi. Sistem ini dinilai sebagai bentuk kolaborasi yang efektif dalam memperluas akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu.
“Kalau Pak Gubernur kan sudah membuat sistemnya gitu ya. Jadi untuk biaya pendidikannya ditanggung oleh Pemprov Bali Rp1 juta, sisanya adalah kontribusi dari perguruan tinggi. Kalau biaya DPP uang pangkal itu kontribusi dari perguruan tinggi,” terangnya.
ITB STIKOM Bali juga menunjukkan dukungan nyata terhadap program “Satu Keluarga Satu Sarjana” dengan menyediakan total 35 kuota bagi calon mahasiswa. Kuota tersebut terdiri atas 25 untuk jenjang S1 dan 10 untuk jenjang D3, yang dialokasikan ke lima program studi yang tersedia.
Seleksi calon penerima dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, yakni berasal dari keluarga yang belum memiliki anggota bergelar sarjana dan tergolong keluarga kurang mampu. Untuk membuktikan kondisi tersebut, calon mahasiswa diminta menyertakan dokumen pendukung seperti Kartu Keluarga, surat keterangan dari banjar atau kepala desa, serta bukti pemakaian listrik (KWH) sebagai indikator ekonomi keluarga.
“Kemarin kami disetujui kuota 35 orang, terdiri dari S1 25 orang, D3 10 orang… dan kami jaring sesuai dengan yang sudah ditentukan kriterianya yaitu keluarga yang belum mempunyai sarjana di keluarga tersebut… dan juga dari keluarga miskin, yang salah satunya selain keterangan dari banjar atau kepala desa itu bisa dilihat dari pemakaian listriknya atau KWH,” jelasnya.
Hermawan optimistis bahwa program ini akan berdampak positif, tidak hanya dalam peningkatan kualitas SDM, tetapi juga dalam mengatasi persoalan pengangguran.
“Sekarang zaman-zamannya IT yang mungkin mohon maaf yang jurusan-jurusan yang lain agak terganggu, tapi kalau IT selalu dibutuhkan,” pungkasnya.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa peserta program akan menerima bantuan biaya kuliah sebesar Rp1 juta per semester, serta biaya hidup sebesar Rp1,4 juta per bulan bagi yang berdomisili di Denpasar dan Badung. Anggaran program tahap awal yang berlaku hingga akhir Desember 2025 dialokasikan sebesar Rp9,7 miliar dari APBD Provinsi Bali.
Program ini sepenuhnya gratis tanpa pungutan biaya pembangunan dan dikawal ketat oleh Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) bersama Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pembangunan SDM Bali yang inklusif.
“Ini luar biasa, sejarah baru para pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta kompak bergotong royong bisa bersama-sama untuk menyiapkan SDM Bali unggul,” ujar Gubernur dalam sambutannya.
Ke depan, program ini akan diperluas ke seluruh kabupaten/kota di Bali mulai tahun 2026, dengan proporsi pembiayaan disesuaikan kemampuan fiskal masing-masing daerah. Pemerintah juga membuka peluang kerja sama lebih luas dengan perguruan tinggi yang memiliki kapasitas kelembagaan memadai.
Program “Satu Keluarga Satu Sarjana” bukan hanya bantuan pendidikan, melainkan juga investasi masa depan Bali. Melalui sinergi antarsektor, pemerintah dan perguruan tinggi berharap menciptakan perubahan sosial yang nyata, menjadikan pendidikan tinggi sebagai pilar utama dalam pembangunan Bali yang cerdas, sejahtera, dan berkelanjutan. (kbs)