Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat bertemu Menteri Imigrasi serta Pemasyarakatan (IMIPAS) RI, Agus Adrianto, di Jakarta.
Denpasar, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster dan Menteri Imigrasi serta Pemasyarakatan (IMIPAS) RI, Agus Adrianto, resmi membangun sinergi strategis. Target utamanya jelas: menutup celah kebocoran pungutan wisatawan asing (PWA) dan menindak tegas warga negara asing (WNA) nakal yang merusak citra pariwisata Bali.
Pertemuan penting antara Koster dan Agus berlangsung pada 23 September 2025 di Jakarta. Dalam forum itu, Koster menekankan perlunya keterlibatan aparat imigrasi di titik kedatangan internasional, terutama di Bandara I Gusti Ngurah Rai. Kehadiran petugas diyakini menjadi kunci agar pungutan Rp150.000 per wisatawan asing, sebagaimana diatur dalam Perda Bali Nomor 2 Tahun 2025, benar-benar berjalan efektif.
Hingga kini, angka kepatuhan wisman membayar pungutan masih rendah: baru 35 persen dengan perolehan Rp283 miliar. “Jika pengawasan imigrasi diperkuat, kepatuhan pasti meningkat. Pungutan ini bukan sekadar angka, tapi simbol tanggung jawab wisatawan terhadap Bali,” tegas Koster.
Selain soal pungutan, Koster juga menyoroti fenomena WNA nakal yang kian meresahkan. Mulai dari pelanggaran batas waktu visa, penyalahgunaan izin tinggal, hingga perilaku yang merendahkan martabat bangsa. Untuk itu, ia mendorong operasi bersama antara Pemprov Bali dan Kementerian IMIPAS.
Menjawab hal tersebut, Menteri Agus Adrianto langsung memberi lampu hijau. Ia menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan pungutan wisatawan asing di Bali. Lebih jauh, Agus menegaskan bahwa Kementerian IMIPAS telah membentuk Satuan Tugas Operasi Penertiban yang sejak Agustus 2025 gencar menyisir pelanggaran orang asing di Pulau Dewata.
Bagi Agus, Bali adalah etalase pariwisata Indonesia sekaligus penyumbang devisa utama negara. Karena itu, tidak boleh ada kompromi terhadap perilaku WNA yang melanggar aturan maupun merusak citra Bali di mata dunia.
Selain pengawasan dan penertiban, Koster dan Agus sepakat mendorong evaluasi kebijakan imigrasi, termasuk mekanisme visa dan visa on arrival (VoA), agar lebih responsif terhadap dinamika pariwisata global.
Kolaborasi ini menandai penguatan arah politik kebijakan antara pusat dan daerah: menjaga kedaulatan, memperkuat regulasi, dan mengamankan kepentingan ekonomi strategis Bali sekaligus Indonesia. (kbs)