BerandaPolitikIngatkan PT Taspen dan Asabri Tak Bergantung pada Suntikan Modal Negara, Anggota...

Ingatkan PT Taspen dan Asabri Tak Bergantung pada Suntikan Modal Negara, Anggota DPR RI Senantara NasDem: BUMN Jangan Bermanja Ria, Harus Berinovasi!

Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali dari Fraksi NasDem, Ir. I Nengah Senantara.

Jakarta, KabarBaliSatu

Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama beserta Subholding, PT Asabri dan PT Taspen, guna membahas sejumlah isu strategis yang tengah dihadapi oleh ketiga perusahaan pelat merah tersebut.

Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali dari Fraksi NasDem, Ir. I Nengah Senantara, menyoroti secara tegas kecenderungan sejumlah BUMN yang terus-menerus meminta penambahan modal dari negara tanpa disertai upaya inovatif dalam pengelolaan usaha. Ia menyampaikan keprihatinannya atas pola pikir yang dinilainya terlalu bergantung pada dukungan pemerintah.

Senantara yang juga Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Bali menekankan bahwa perusahaan seperti Taspen dan Asabri seharusnya tidak bersikap “bermanja ria” dalam menghadapi tantangan bisnis. Dengan pasar yang sudah jelas dan dukungan penuh dari negara, ia menilai dua institusi tersebut semestinya bisa mandiri dan kreatif dalam mencari solusi.

“Harapan saya harapan negara tentu usaha usaha plat merah itu jangan bermanja ria terus, karena kita sudah hampir semua usaha pelat merah yang melakukan RDP hampir semuanya minta tambahan modal, minta kebijakan. Padahal ada hal lain yang bisa dilakukan. Seperti saya bilang tadi inovasinya,” ujar pengusaha sukses yang dikenal suka berbagi lewat tagline Senantara Berbagi Senantara Peduli ini.

Lebih lanjut, Senantara menyampaikan harapannya agar PT Taspen dan PT Asabri tidak bersikap terlalu bergantung pada negara. Ia menilai bahwa sebagai perusahaan asuransi pelat merah, kedua entitas tersebut sudah difasilitasi dengan pasar yang jelas dan infrastruktur yang disiapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya, tidak seharusnya beban terus-menerus dibebankan kepada negara. Sebaliknya, perusahaan harus mampu mandiri dan berinovasi dalam mengelola usahanya.

Baca Juga  HUT ke-61 Golkar, Keluarga Besar Golkar Bali Ziarah dan Tabur Bunga Penuh Makna di TPB di Margarana, Nilai Kepahlawanan Jadi Nafas Perjuangan Sejahterakan Masyarakat

“Jadi sudah sangat jelas pasarnya ada dan sudah ditentukan titik-titiknya juga. Nah, harapan saya tentu agar jangan terus negara diberikan beban,” ujar Senantara.

Menurutnya, pola permintaan tambahan modal yang terus-menerus tanpa inovasi hanya akan membebani keuangan negara. Ia menggarisbawahi bahwa hampir semua BUMN yang mengikuti RDP kerap mengajukan permintaan serupa.

Senantara juga menyoroti masalah pengelolaan yang dinilainya menjadi akar dari banyak persoalan, termasuk dalam kasus Asabri. Ia menyebut bahwa problematika di tubuh Asabri bukan sekadar soal struktur, tetapi juga menyangkut tata kelola dana dan portofolio investasi.

“Jadi kalau mindset kita sedikit-sedikit minta penambahan modal, minta kebijakan, nanti negara kita tidak bisa berkembang,” katanya.

Senantara juga menyinggung kasus yang sempat ramai di tubuh Asabri. Ia menilai bahwa permasalahan utama yang terjadi adalah penyalahgunaan portofolio dana yang tidak sesuai dengan ketentuan. Selain itu, ia menyoroti aspek perizinan dan akuntabilitas pengelola Asabri yang dinilai turut berkontribusi terhadap persoalan tersebut.

“Sama dengan kasusnya Asabri, kan kasusnya cukup heboh. Penyebabnya apa? Penyalahgunaan portofolio dana yang dimiliki tidak sesuai. Lebih-lebih izin, Pak, pengelola Asabri,” tambahnya.

Meski demikian, Senantara mengapresiasi langkah Asabri yang kini berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menilai pengawasan tersebut sebagai langkah positif yang dapat mendorong sinergi, kerja nyata, dan peningkatan akuntabilitas perusahaan.

Baca Juga  “Kebakaran” Dahsyat Melanda Pertamina! Korupsi Rp1.000 Triliun Pecah Rekor, Nengah Senantara NasDem Desak Revolusi Total

Menurutnya, meskipun penambahan modal diperlukan untuk menyehatkan perusahaan, hal yang lebih penting adalah bagaimana manajemen mampu melakukan inovasi secara berkelanjutan. Ia menekankan bahwa pertumbuhan perusahaan seharusnya berasal dari hasil kerja nyata, bukan sekadar mengandalkan kenyamanan fasilitas yang telah disediakan negara.

“Tetapi harapan yang lebih penting itu adalah bagaimana pengelola ini melakukan inovasi-inovasi sehingga pertumbuhan yang didapat, apalagi yang disampaikan tadi positif semua ya, yang didapat itu benar riil dari hasil kerja, bukan dari hasil duduk manis,” katanya.

Ia juga menyoroti pola bisnis pasif yang cenderung terlalu bergantung pada fasilitas dan kemudahan yang disediakan negara. Menurutnya, kondisi ini sangat berbeda dengan praktik industri asuransi di negara-negara maju, di mana pertumbuhan perusahaan lebih banyak ditopang oleh daya saing dan inovasi internal. Dalam konteks BUMN asuransi seperti Taspen dan Asabri, pasar sudah tersedia, lokasi pemasaran telah ditentukan, dan dukungan negara sudah jelas. Oleh karena itu, keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan pengelolanya dalam mengelola dan melakukan inovasi secara mandiri.

“Sangat berbeda jauh dengan asuransi negara-negara lain. Di negara-negara lain, asuransi memang tumbuh karena dirinya sendiri. Kalau ini di plat merah, lahannya sudah disiapkan, titik marketing-nya juga sudah ada. Tinggal mengelola, berinovasi di dalam. Ini tentu tergantung dari pengelolanya itu sendiri,” paparnya.

Baca Juga  Senantara-Koster Mesra, NasDem Bali Dukung Penuh Kepemimpinan Koster-Giri Hadirkan Program Pro Rakyat

Dalam kesempatan tersebut, Senantara juga menyoroti adanya piutang sebesar Rp5,17 triliun yang dinilainya memerlukan penjelasan lebih rinci. Ia menekankan pentingnya kejelasan terkait asal-usul dan penyebab munculnya angka tersebut, yang diduga berkaitan dengan kasus Asabri di masa lalu. Penjelasan yang komprehensif dinilai penting agar Komisi VI DPR RI dapat memahami konteksnya secara utuh dan memberikan masukan maupun keputusan yang tepat terhadap usulan dan kebijakan yang diajukan.

“Nah, yang kedua tadi menarik, sudah dipertanyakan tadi sama teman kita yang ada piutang 5,17 T, ini perlu nanti diberikan gambaran kami seperti apa idenya, apakah ini karena kasus Asabri dulu ya sehingga memunculkan angka seperti ini yang belum bisa terselesaikan sampai saat ini,” ujar Senantara.

Senantara juga menyoroti isu defisit yang muncul dalam paparan perusahaan. Menurutnya, defisit tersebut seharusnya tidak terjadi jika premi yang sudah diterima dapat dikelola dengan strategi investasi yang inovatif dan tepat sasaran.

Dari sudut pandang ekonomi, ia menilai bahwa kunci utama untuk mengatasi permasalahan ini terletak pada kemampuan pengelola dalam memaksimalkan potensi dana yang ada. Dengan pengelolaan yang baik dan terarah, dana premi semestinya dapat digunakan untuk menutup defisit, tanpa harus terus-menerus bergantung pada bantuan atau suntikan modal dari negara.

“Nah ini kalau saya baca dari sisi ekonomi, tentu ini perlu inovasi, Pak. Jadi jangan sampai ada defisit karena uang sudah masuk, tinggal mengelola. Mengelolanya itu tentu tujuannya untuk memberikan premi tadi,” pungkasnya. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini