Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat menghadiri Forum Pengembangan Ekonomi Daerah bertema “Perekonomian Bali Dibangun dari Bawah” di Hyatt Regency Sanur, Senin (20/10).
Denpasar, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pentingnya menjaga eksistensi dan daya saing Bali di tengah dinamika global. Dalam pandangannya, kemandirian ekonomi Bali harus berakar pada kekuatan sumber daya alam dan kemampuan masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan primer secara berkelanjutan.
Hal itu disampaikan Koster saat menghadiri Forum Pengembangan Ekonomi Daerah bertema “Perekonomian Bali Dibangun dari Bawah” di Hyatt Regency Sanur, Senin (20/10).
“Secara global, Bali masih mampu memenuhi kebutuhan primernya—terutama pangan—dari sumber daya yang dimiliki, seperti beras, umbi-umbian, cabai, bawang merah, sayur-mayur, coklat, dan kopi. Hanya bawang putih yang masih bergantung pada impor,” ujar Koster.
Menurutnya, meskipun bawang putih lokal Bali memiliki cita rasa lebih kuat, harga jual yang tinggi membuatnya kalah bersaing di pasar. Kondisi ini menyebabkan petani enggan menanam sendiri di tanah mereka. “Karena itu, kita harus membenahi daya saing dan kualitas bahan pangan lokal agar masyarakat lebih memilih produk Bali sendiri,” tegasnya.
Selain pangan, Koster juga menyoroti sektor sandang lokal yang kini mulai tumbuh pesat. Ia menilai geliat penggunaan kain tenun tradisional Bali seperti endek dan songket menjadi kekuatan ekonomi kreatif yang perlu terus didorong.
“Ketika bahan pangan dan sandang diproduksi oleh orang Bali dan digunakan oleh orang Bali juga, maka roda ekonomi daerah akan terus berputar dan berada di posisi aman. Ini akan menjadi gerakan ekonomi kerakyatan yang nyata,” katanya.
Namun, Koster tidak menutup mata terhadap berbagai tantangan yang dihadapi Bali, seperti alih fungsi lahan pertanian, keterbatasan infrastruktur publik, hingga kasus penodaan tempat suci yang masih terjadi.
Meski begitu, ia optimistis visi besarnya “Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam Era Baru” dapat menjadi arah pembangunan jangka panjang hingga 100 tahun ke depan.
“Visi ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya. Tujuannya adalah menciptakan kehidupan masyarakat Bali yang sejahtera dan bahagia, baik secara sekala maupun niskala,” ujar Koster penuh keyakinan.
Ia menambahkan, pembangunan Bali harus dilakukan dalam satu kesatuan wilayah dan tata kelola: “Satu Pulau, Satu Pola, Satu Tata Kelola” sebagai fondasi menuju Bali yang berkarakter dan berdaulat atas sumber dayanya sendiri.
Sementara itu, Deputi Komisioner Hubungan Internasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) OJK, Bambang Mukti Riyadi, menegaskan bahwa sektor keuangan juga siap mendukung visi tersebut.
“OJK berkomitmen menjadi penggerak ekonomi kreatif, terutama di sektor perkebunan, peternakan, dan pertanian. Melalui kolaborasi dengan Forum Pengembangan Ekonomi Daerah, kami ingin memperkuat pilar ekonomi lokal agar mampu menjadi energi penggerak kesejahteraan masyarakat,” ungkap Bambang.
Forum ini menjadi ruang penting bagi kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat ekonomi Bali yang mandiri, kreatif, dan berkelanjutan—sebuah langkah nyata untuk memastikan Bali tetap eksis, berdaya saing, dan bermartabat di pentas dunia. (kbs)