BerandaPolitikDesak Transparansi Retribusi Sampah, Ajus Linggih Dorong Pengelolaan oleh Swasta

Desak Transparansi Retribusi Sampah, Ajus Linggih Dorong Pengelolaan oleh Swasta

Foto: Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih atau yang akrab disapa Ajus Linggih.

Denpasar, KabarBaliSatu 

Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih atau yang akrab disapa Ajus Linggih, menyoroti permasalahan retribusi sampah yang dinilai masih membingungkan masyarakat. Ia menilai pengelolaan retribusi perlu transparansi dan sistem yang lebih jelas, bahkan menyarankan agar dikelola oleh pihak swasta dengan konsep berbasis inovasi dan keberlanjutan.

Sorotan itu disampaikan Ajus Linggih setelah kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang menghentikan penerimaan sampah organik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Suwung mulai 1 Agustus 2025. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu diimbangi dengan sistem retribusi yang tegas dan pengelolaan yang lebih efisien.

Ajus Linggih menjelaskan, dasar hukum terkait retribusi sampah sudah diatur melalui berbagai regulasi, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Di antaranya, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, serta sejumlah aturan turunan di kabupaten/kota, seperti Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Retribusi Persampahan, Perwali Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Budaya, dan Perwali Nomor 7 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah Kota Denpasar 2024–2044.

Baca Juga  Jaya-Wibawa Tegaskan Peningkatan Infrastruktur, Penanganan Kemacetan, Banjir dan Sampah di Denpasar Jadi Prioritas Berkelanjutan

Di Buleleng, aturan itu ditegaskan melalui Perda Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang menggantikan peraturan sebelumnya. Dalam perda tersebut, retribusi sampah rumah tangga ditetapkan sebesar Rp7.500 per bulan, naik 50 persen dari tarif lama Rp5.000, dan dipungut melalui pembayaran PDAM. Namun, faktanya, masyarakat sudah lama membayar lebih dari Rp25 ribu per bulan.

Sementara di Kabupaten Badung, ketentuan mengenai retribusi sampah diatur dalam Perda Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Sampah serta Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang juga memberlakukan penyesuaian tarif.

Baca Juga  NasDem Bali Gelar Piodalan dan Rapat Koordinasi Wilayah, Siap Songsong Rakernas di Makassar

Menurut Ajus Linggih, kesenjangan antara aturan dan realisasi tarif inilah yang menjadi persoalan utama.

“Masalah retribusi sampah jadi yang masih di Perda 21 tahun 2011, itu rumah besar cuma Rp7.000. Badung lho ini,” katanya.

“Perda 7/2023 ada penyesuaian tarif, tapi belum diumumin berapa. Sedangkan masyarakat bayar minimal Rp25 ribu–Rp50 ribu. Sisanya kemana?” tambahnya.

Putra politisi senior Golkar Gde Sumarjaya Linggih alias Demer itu juga menyoroti kondisi di Buleleng. “Sejak awal 2024, retribusi rumah tangga ditetapkan Rp7.500. Tapi masyarakat sudah lama ketarik lebih dari Rp25 ribu,” ujarnya.

Baca Juga  Hari Lahirnya Pancasila dan Bulan Bung Karno, Mewujudkan RPJMN Berbasis Trisakti

Melihat kondisi itu, Ajus Linggih, yang juga Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali, menilai sudah saatnya pengelolaan sampah diserahkan ke pihak ketiga atau swasta. Namun, ia menegaskan, sistemnya harus jelas dan berbasis hasil.

“Jadi menurutku lebih baik diserahkan ke pihak ketiga/swasta. Tapi harus jelas sistemnya. Harusnya kalau sudah ada bagi hasil, pihak ketiga dilarang buang ke TPA. Harus diolah habis. Masa cuma nganter aja dapatnya lebih banyak dari pemerintah yang diwajibkan buat memilah, mengolah, dan menyediakan lahan?” tegasnya.

Ajus Linggih menekankan bahwa swasta tidak boleh hanya berperan sebagai pengangkut sampah semata, melainkan harus bertanggung jawab mengolah hingga tuntas, sehingga tidak menambah beban TPA dan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat serta lingkungan. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini