Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer menggelar sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Tabanan, pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Tabanan, KabarBaliSatu
Dalam pusaran dinamika global yang kian kompleks dan sarat tekanan geopolitik, Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer, kembali menggelorakan semangat kebangsaan. Bertempat di Taman Ganesha Resto and Gallery, Tabanan, politisi senior Partai Golkar ini memimpin sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dengan pendekatan yang lebih membumi dan politis: menjaga kedaulatan bangsa di tengah gelombang perang modern.
Empat Pilar yang dimaksud yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar jargon normatif, melainkan fondasi aktual yang, menurut Demer, menjadi benteng utama dalam menghadapi tekanan luar negeri, baik dalam bentuk perang konvensional maupun proxy war.
“Kita sedang menghadapi era perang kewilayahan dan perang ekonomi. Ini bukan isapan jempol. Maka, pemahaman terhadap pilar-pilar kebangsaan adalah cara kita menjaga Indonesia tetap utuh,” tegas Demer, politisi yang sudah lima periode mengawal aspirasi rakyat Bali di Senayan.
Digitalisasi dan Budaya Lokal: Kunci Daya Saing Bali
Dalam pemaparannya, Demer tak hanya menyoroti ancaman eksternal. Ia juga mendorong masyarakat Bali, terutama generasi muda, untuk melek teknologi dan aktif dalam ekonomi digital.
“Dengan menguasai teknologi, kita bukan hanya membangun ekonomi lokal, tapi juga memperkuat posisi bangsa secara global. Ini adalah bagian dari pengamalan Empat Pilar,” ujar Anggota Fraksi Golkar DPR RI tersebut.
Di sisi lain, Demer menyoroti kekuatan budaya lokal Bali sebagai instrumen strategis dalam mempertahankan identitas nasional. Menurutnya, pariwisata berbasis budaya adalah tulang punggung ekonomi Bali dan harus terus dijaga oleh masyarakat, khususnya generasi muda.
“Adat dan gaya hidup orang Bali disukai dunia. Kita harus jaga ini, karena dari sinilah ekonomi Bali tetap bertahan,” ujar mantan Ketua Umum Kadin Bali ini.
Demer pun memberikan apresiasi terhadap tingginya partisipasi masyarakat dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) yang ia anggap sebagai indikator sehatnya ekosistem budaya Bali.
Infrastruktur Masih PR Serius
Namun, tak cukup hanya mengandalkan budaya. Politisi senior Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng itu secara lugas mengkritik lambannya pembangunan infrastruktur di Bali yang hingga kini belum menyentuh wilayah tertinggal seperti Buleleng dan Karangasem.
“Kemacetan, pengelolaan sampah, dan akses menuju bandara serta daerah-daerah pelosok harus jadi prioritas pemerintah. Kalau infrastruktur tak tuntas, potensi Bali akan terus terkunci,” katanya dengan nada tegas.
Demer menyimpulkan bahwa keberlanjutan Bali hanya akan tercapai jika masyarakat dan pemerintah menjalankan peran masing-masing secara konsisten.
“Masyarakat wajib menjaga adat dan budaya, sementara pemerintah harus tuntas dalam pembangunan infrastruktur. Keduanya harus berjalan beriringan,” pungkasnya.
Dukungan dan Dampak Nyata
Kegiatan ini pun menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tabanan, I Made Asta Dharma (Fraksi Golkar). Ia menilai bahwa sosialisasi Empat Pilar seperti ini sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif dalam menjaga keutuhan bangsa.
“Empat Pilar itu bukan sekadar pelajaran di sekolah. Ini adalah panduan hidup berbangsa. Masyarakat harus benar-benar menghayati,” ujar Asta Dharma.
Menurutnya, kegiatan seperti ini wajib terus dilanjutkan secara berkala agar nilai-nilai kebangsaan benar-benar tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Antusiasme Peserta, Indikator Keberhasilan
Sosialisasi berlangsung dengan penuh semangat. Para peserta aktif bertanya, bahkan mampu menjawab berbagai pertanyaan seputar Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika secara tepat. Ini menjadi bukti bahwa pesan-pesan yang dibawa Demer tak hanya didengar, tapi juga dipahami.
Dalam suasana politik nasional yang kerap terpecah oleh polarisasi, gerakan akar rumput seperti ini menjadi oase penting, mengingatkan bahwa kebangsaan bukan milik segelintir elite, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh rakyat Indonesia. (kbs)