Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat memimpin rapat koordinasi di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Senin (4/8/2025).
Denpasar, KabarBaliSatu
Pemerintah Provinsi Bali terus menegaskan komitmennya sebagai pelopor penguatan hukum adat di Indonesia. Langkah konkret itu diwujudkan melalui percepatan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bale Kertha Adhyaksa, yang akan segera dibahas bersama DPRD Bali.
Raperda yang digagas bersama oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Kejaksaan Tinggi Bali, dan DPRD Provinsi Bali ini diyakini menjadi instrumen strategis dalam memperkuat sistem penyelesaian hukum berbasis kearifan lokal di tingkat desa adat.
“Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi ruang penyelesaian hukum adat yang mengedepankan mediasi, nilai-nilai lokal, dan keharmonisan sosial. Ini sangat penting dan nyata manfaatnya bagi masyarakat adat Bali,” ujar Gubernur Koster dalam rapat koordinasi di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Senin (4/8/2025).
Lebih jauh, Gubernur Koster menegaskan pentingnya pengesahan Perda tersebut sebelum UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHAP berlaku pada 1 Januari 2026.
“Kalau Perda tentang Bale Kertha Adhiyaksa sudah selesai, maka Bali menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan hukum adat awal tahun 2026. Mengingat sistem hukum adat diakui dalam UU nomor 1 tahun 2023 tentang KUHAP mulai berlaku 1 Januari 2026. Bali akan menjadi percontohan nasional. Bali sangat keren,” tegasnya.
Konsep Bale Kertha Adhyaksa sendiri merupakan inisiasi Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana. Ia menuturkan bahwa draf Raperda telah rampung dan akan segera dibahas bersama DPRD Bali dalam waktu maksimal tiga minggu.
“Kami sudah siapkan draf lengkapnya. Ini adalah warisan hukum berbasis adat yang siap menjadi role model nasional. Fungsinya bukan hanya mediasi, tapi juga edukasi dan penguatan sistem hukum adat,” ujar mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI tersebut.
Ketua DPRD Bali, Dewa Nyoman Mahayadnya alias Dewa Jack turut menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pembahasan Raperda ini. Hal serupa juga disampaikan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, yang menilai Raperda ini sangat strategis dalam menyongsong penerapan KUHAP baru yang mengakui eksistensi hukum adat.
Apabila Raperda disahkan sesuai jadwal, maka Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang secara resmi menerapkan sistem hukum adat berbasis peraturan daerah dan siap menjalankan KUHAP baru dengan pendekatan lokal yang kuat.
Sebagai informasi, Bale Kertha Adhyaksa sudah dijalankan sebagai pilot project di seluruh kabupaten/kota di Bali. Respons dari masyarakat adat (krama), desa adat, dan aparat penegak hukum sangat positif. Lembaga ini menangani berbagai sengketa adat non-pidana berat seperti masalah tanah, waris, pernikahan adat, dan konflik sosial ringan.
Dengan dukungan jaksa, pengacara, penyuluh hukum, serta kelembagaan desa adat, Bale Kertha Adhyaksa diyakini mampu menghadirkan solusi yang cepat, adil, dan sesuai nilai-nilai lokal.
“Bali sudah lebih dulu membuktikan bahwa penyelesaian berbasis kearifan lokal jauh lebih efektif. Kini saatnya menguatkan dasar hukumnya,” pungkas Ketut Sumedana.
Langkah ini menegaskan posisi Bali sebagai provinsi yang tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menjadikannya sebagai fondasi hukum yang adaptif dan berkeadilan di masa depan. (kbs)

