BerandaDaerahBale Kertha Adhyaksa, Simfoni Hukum Adat dan Modern di Bali: Gubernur Koster...

Bale Kertha Adhyaksa, Simfoni Hukum Adat dan Modern di Bali: Gubernur Koster Yakin Bisa Cegah Konflik Hukum dari Akar

Foto: Gubernur Bali, Wayan Koster, saat meresmikan Bale Kertha Adhyaksa, Rabu (11/6), di Gedung Kesenian Ir. Soekarno, Jembrana.

Jembrana, KabarBaliSatu 

Sebuah langkah revolusioner dalam sistem hukum di Bali resmi dimulai. Gubernur Bali, Wayan Koster, meresmikan Bale Kertha Adhyaksa, sebuah pusat pelayanan hukum yang menyatukan nilai-nilai hukum adat Bali dengan sistem hukum modern Indonesia, Rabu (11/6), di Gedung Kesenian Ir. Soekarno, Jembrana.

Bale Kertha Adhyaksa hadir bukan sekadar sebagai lembaga, tapi sebagai simbol harmonisasi dua sistem hukum yang selama ini berjalan paralel. Dalam pidatonya, Koster menilai inisiatif ini sebagai “terobosan brilian” yang dapat menjembatani ketegangan antara akar tradisi dan tata hukum nasional.

“Ini program luar biasa. Hukum adat dan hukum modern dipertemukan dalam satu wadah yang konkret. Konsepnya bagus, sangat cocok dengan karakter masyarakat Bali,” ujar Koster.

Baca Juga  Wabup Pandu Ajak Karangasem Bergerak Bersama Wujudkan “Bali Bersih Sampah”

Bali memiliki kekayaan kelembagaan hukum adat yang tidak dimiliki provinsi lain. Terdapat lebih dari 1.500 desa adat yang masih eksis, lengkap dengan struktur pemerintahan, aturan adat (awig-awig dan perarem), serta sistem penyelesaian sengketa sendiri.

Didukung Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, Koster menegaskan bahwa desa adat memiliki potensi besar dalam menjaga ketertiban sosial dan menyelesaikan konflik masyarakat secara arif.

“Desa adat kita sudah seperti miniatur negara. Dengan Bale Kertha Adhyaksa, hukum adat bisa aktif kembali dan ikut berperan dalam membangun tatanan hukum yang adil dan damai,” tambahnya.

Bale Kertha Adhyaksa didesain untuk melayani masyarakat hingga ke tingkat desa. Melalui edukasi dan pendampingan hukum, lembaga ini diharapkan bisa menyelesaikan persoalan hukum secara preventif, tanpa harus sampai ke meja hijau.

Baca Juga  Bupati Gus Par Tinjau Kondisi TPA Butus: Komitmen Karangasem Tangani Persoalan Sampah

Koster optimistis, mulai tahun 2026, penyelesaian sengketa berbasis kearifan lokal akan mendapat pengakuan hukum secara nasional. Dengan begitu, penyelesaian masalah bisa dilakukan langsung di tingkat desa atau desa adat.

“Kalau ini benar-benar dijalankan, Bali sudah sangat siap. Ini bisa kurangi beban negara dalam menangani perkara. Kita harus berterima kasih kepada Kajati Bali yang sudah merancang terobosan luar biasa ini,” tegasnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menekankan bahwa hadirnya Bale Kertha Adhyaksa bukan untuk menggantikan hukum adat, melainkan memperkuatnya. Ia menyebut, ini adalah bentuk revitalisasi terhadap warisan hukum yang sudah hidup sejak lama di Bali.

“Ini bukan sistem baru, tapi penyegaran. Musyawarah tetap jadi roh penyelesaian sengketa. Jangan sampai gara-gara satu masalah, warga kehilangan segalanya karena tak paham hukum,” ucapnya.

Sumedana menambahkan, kejaksaan akan terus memberikan pendampingan hukum ke desa-desa adat agar mereka semakin mandiri dan mampu menyelesaikan persoalan secara internal tanpa bergantung pada pengadilan.

Baca Juga  Bupati Gus Par Hadiri Rakornas TPAKD 2025: Karangasem Siap Perkuat Akses Keuangan Inklusif dan Pemerataan Ekonomi

Peresmian Bale Kertha Adhyaksa di Jembrana dihadiri para pemangku kepentingan daerah, termasuk Kajari Jembrana Salomina Meyke Saliama, Bupati dan Wakil Bupati Jembrana, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim, hingga para Perbekel dan Bendesa se-Jembrana.

Inisiatif ini tak hanya mempertegas posisi hukum adat dalam sistem nasional, tapi juga diharapkan menjadi model bagi daerah lain di Indonesia yang ingin mengadopsi sinergi serupa.

Dengan bersatunya hukum adat dan hukum modern di bawah satu atap, Bali kembali menunjukkan bahwa pembangunan hukum bisa dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal. Sebuah langkah maju menuju masyarakat yang lebih adil, sadar hukum, dan berdaulat secara budaya. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini