Foto: Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali, yang juga Ketua DPD AMPI Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih alias Ajus Linggih, saat menyalurkan bantuan kemanusiaan di sejumlah titik di Denpasar, Sabtu, 13 September 2025.
Denpasar, KabarBaliSatu
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih atau Ajus Linggih, menegaskan pentingnya langkah tegas pemerintah dalam menata ulang tata ruang kota untuk mencegah banjir bandang di masa depan. Ia mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar berani mengambil kebijakan melarang pembangunan di sepanjang sempadan sungai dan area resapan air, yang kerap menjadi titik rawan bencana.
Dorongan tersebut disampaikan Ajus Linggih seusai menyerahkan bantuan kemanusiaan untuk korban banjir di sejumlah titik di Denpasar yang bersinergi dengan DPD Golkar Bali dibawah kepemimpinan Gde Sumarjaya Linggih alias Demer, pada Sabtu 13 September 2025.
Ajus Linggih menilai, banjir besar yang melanda Denpasar dan sekitarnya baru-baru ini bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal. Hujan deras yang datang tanpa bisa diprediksi memang menjadi pemicu utama, namun berbagai persoalan struktural seperti penyalahgunaan tata ruang, alih fungsi lahan, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan telah memperparah dampak bencana. Fenomena serupa, kata Ajus Linggih, juga terjadi di wilayah lain di Indonesia seperti NTB dan NTT, bahkan di berbagai negara seperti Korea hingga Australia, yang kini menghadapi ancaman nyata akibat perubahan iklim global.
“Banjir ini adalah hasil akumulasi banyak faktor, bukan hanya cuaca ekstrem,” ujarnya, menekankan bahwa penanganan bencana harus diiringi dengan kebijakan pencegahan yang menyeluruh dan berkesinambungan.
Menurut Ketua DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Bali ini, penerapan kebijakan tegas seperti pelarangan pembangunan di sempadan sungai dan area resapan memang menuntut perencanaan matang. Pemerintah harus menyiapkan lokasi relokasi bagi warga yang sudah terlanjur bermukim di kawasan tersebut agar kebijakan dapat berjalan tanpa menimbulkan gejolak sosial.
“Jika pemerintah ingin mengambil kebijakan tegas, seperti melarang pembangunan di sempadan sungai atau area resapan, tentu harus disiapkan lokasi baru bagi warga yang sudah menempati kawasan tersebut,” kata Wakil Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Golkar Bali itu.
Proses pemindahan ini, lanjutnya, tidak mudah dan membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah dan masyarakat, termasuk dalam penyediaan fasilitas yang layak di area pemukiman baru.
“Proses relokasi ini tidak mudah, sehingga dibutuhkan kerja sama erat antara pemerintah dan masyarakat agar kebijakan baru atau relokasi dari pemerintah bisa dijalankan dengan lancar,”ungkapnya.
Ajus Linggih yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali menambahkan, bencana banjir yang melumpuhkan aktivitas ekonomi dan menelan korban jiwa di Bali harus menjadi pelajaran penting. Pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan langkah reaktif setelah bencana terjadi, tetapi harus bergerak dengan strategi preventif yang sistematis, mulai dari penertiban tata ruang, pembenahan sistem drainase, hingga edukasi masyarakat agar lebih peduli pada lingkungan.
Dorongan Ajus Linggih ini sejalan dengan langkah AMPI Bali yang sebelumnya telah turun langsung membantu pemulihan pascabanjir. Bersama jajaran pengurus, ia menyalurkan bantuan berupa sembako, makanan jadi, perlengkapan tidur, dan bantuan tunai ke berbagai titik terdampak, sambil terus mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk menciptakan sistem pencegahan bencana yang berkelanjutan. (kbs)