Foto: Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Adi Wiryatama.
Tabanan, KabarBaliSatu
Politik bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga keberpihakan pada dapur rakyat. Hal inilah yang ditunjukkan I Nyoman Adi Wiryatama, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, saat mengguncang Kabupaten Tabanan lewat aksi nyata: menggelar Lomba Masak Olahan Pendamping Beras Pencegah Stunting yang menyatukan semangat ideologis, budaya, dan ketahanan pangan.
Bertempat di Bale Serbaguna Adat Beda pada Kamis, 19 Juni 2025, ajang ini menjadi sorotan publik. Bukan sekadar kompetisi memasak, tapi panggung perlawanan terhadap stunting, sekaligus bukti bahwa politik bisa menjelma jadi gerakan kesehatan berbasis keluarga dan kemandirian desa.
Lomba ini digelar dalam rangka memperingati Bulan Bung Karno, sekaligus tindak lanjut dari arahan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menekankan pentingnya pangan lokal sebagai pilar ketahanan nasional dan solusi atas masalah gizi.
“Ini bukan lomba biasa. Ini gerakan moral, ekonomi, dan budaya. Dari dapur, kita bangun masa depan bangsa,” tegas Adi Wiryatama, mantan Bupati Tabanan dua periode dan eks Ketua DPRD Provinsi Bali.
Sebanyak 20 Kelompok Wanita Tani (KWT) se-Kabupaten Tabanan ambil bagian, membawa lebih dari 200 peserta dan pendukung. Dari tangan-tangan perempuan desa, lahir olahan pangan lokal—bukan makanan utama, melainkan camilan sehat—yang dikemas kreatif dan bergizi tinggi. Ubi, jagung, sukun, hingga sagu menjadi senjata melawan ketergantungan pada gandum impor dan makanan cepat saji.
Merujuk UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan lokal merupakan bagian dari identitas dan kekuatan kemandirian. Lewat lomba ini, Adi Wiryatama mengangkat peran perempuan desa sebagai garda depan perubahan konsumsi. Mereka bukan hanya juru masak, tapi agen perubahan.
Tujuannya jelas:
Mendorong konsumsi pangan lokal agar masyarakat lebih mandiri secara gizi dan ekonomi;
Meningkatkan nilai tambah produk pertanian lokal untuk mendongkrak kesejahteraan petani;
Menekan ketergantungan impor, terutama terhadap tepung terigu;
Menggali kreativitas perempuan desa dalam menciptakan camilan sehat yang bernilai jual;
Melawan dominasi junk food, dengan menghidupkan kembali makanan tradisional penuh gizi;
Membangun kesadaran keluarga bahwa revolusi kesehatan dimulai dari piring makan di rumah.
“Bung Karno pernah bilang: berdikari di bidang ekonomi. Sekarang saatnya kita berdikari dari dapur sendiri,” tegas politisi senior PDI Perjuangan itu, mengutip Trisakti sebagai landasan perjuangan.
Setiap peserta diwajibkan menggunakan bahan lokal khas daerahnya, mengolahnya menjadi camilan sehat yang menarik, bergizi, dan layak dikembangkan jadi produk unggulan UMKM. Penilaian tak hanya pada rasa, tapi juga potensi usaha, kebersihan, dan kemasan.
Tim juri hadir bukan sebagai penonton, tapi mitra pembangunan. Mereka mencari karya yang bisa jadi contoh untuk desa-desa lain. Karena lomba ini tak berhenti di Tabanan. Menurut Adi Wiryatama, ini adalah pilot project yang akan diperluas ke berbagai wilayah di Bali, bahkan secara nasional.
“Perempuan desa adalah kunci. Mereka bukan hanya pelindung budaya kuliner, tapi aktor utama dalam transformasi pangan Indonesia,” katanya.
Melalui pendekatan budaya dan pangan lokal, Adi Wiryatama membawa politik kembali ke akar: menyentuh kehidupan rakyat secara konkret. Tidak dengan wacana, tetapi dengan aksi.
Ini adalah bentuk aktualisasi Trisakti Bung Karno: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya. Dalam konteks hari ini, dapur menjadi arena perjuangan—melawan stunting, membela petani, dan memperkuat keluarga.
“Bukan soal menang atau kalah. Ini soal keberanian membalik arah: dari ketergantungan ke kemandirian, dari makanan instan ke pangan lokal yang penuh cinta,” pungkasnya.
Di tengah tantangan global, Adi Wiryatama menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal paling mendasar: dari tangan ibu, dari piring makan anak-anak, dari cita rasa lokal yang penuh makna. Sebuah langkah kecil dari Tabanan, tapi gema besarnya bisa mengguncang arah kebijakan pangan nasional. (kbs)