Foto: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali bersama Gubernur Bali, Wayan Koster, meresmikan Bale Kertha Adhyaksa di Kabupaten Jembrana, Senin (11/6/2025).
Jembrana, KabarBaliSatu
Sebuah langkah strategis menuju keadilan yang lebih inklusif dan berakar pada kearifan lokal resmi diambil di Bali. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali bersama Gubernur Bali, Wayan Koster, meresmikan Bale Kertha Adhyaksa di Kabupaten Jembrana, Senin (11/6/2025). Bale ini menjadi simbol konkret kolaborasi antara sistem hukum nasional dan adat, serta memperkuat peran desa adat dalam menyelesaikan konflik hukum secara restoratif.
Peresmian yang berlangsung di tengah antusiasme ratusan perwakilan dari 70 desa adat se-Kabupaten Jembrana itu juga dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Jembrana, unsur Forkopimda, serta jajaran Kejati Bali.
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menegaskan bahwa Bale Kertha Adhyaksa bukan sekadar fasilitas baru, melainkan tonggak penting dalam penguatan kelembagaan adat. “Selama ini, Kejaksaan telah hadir di desa-desa melalui pendampingan dan penyuluhan hukum, terutama terkait pengelolaan dana desa. Kini, kita resmikan wadah komprehensif penyelesaian sengketa yang mengintegrasikan nilai-nilai adat melalui lembaga Kertha Desa,” ujarnya.
Program ini, lanjut Sumedana, akan digulirkan secara menyeluruh ke seluruh kabupaten/kota di Bali. Penyelesaian perkara ringan, seperti konflik keluarga atau sengketa antarwarga, diharapkan bisa ditangani langsung di tingkat desa adat, tanpa perlu masuk ke jalur pengadilan.
“Jika di suatu kabupaten belum memiliki desa adat, kami akan dorong pembentukannya. Karena sejatinya, seluruh wilayah Nusantara ini memiliki akar adat yang kuat, dan itu sudah dijamin melalui Peraturan Daerah Gubernur Bali tentang Desa Adat,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Wayan Koster menyambut positif peluncuran Bale Kertha Adhyaksa. Ia menyebutnya sebagai terobosan strategis dalam membumikan kembali nilai-nilai hukum warisan leluhur yang berlandaskan musyawarah, harmoni, dan rasa keadilan kolektif.
“Tidak semua konflik harus diseret ke pengadilan. Desa adat bisa menjadi ruang damai yang lebih bijaksana dalam menyelesaikan persoalan,” tegasnya.
Ia pun menggarisbawahi bahwa kekuatan desa adat telah diakui secara hukum melalui Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Di dalamnya, desa adat memiliki struktur pemerintahan lengkap: eksekutif melalui Prajuru Desa, legislatif melalui Saba Desa, dan yudikatif melalui Kertha Desa.
“Leluhur kita telah merancang sistem tatanan masyarakat yang sangat maju. Tugas kita hari ini adalah menghidupkan kembali sistem itu secara nyata dan memberi dukungan melalui penyediaan sarana serta prasarana yang memadai,” tutup Koster. (kbs)