Foto: Gubernur Bali Wayan Koster saat memimpin rapat percepatan pelarangan plastik sekali pakai di Gedung Kerthasabha, Jayasabha, Senin (10/6).
Denpasar, KabarBaliSatu
Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan instruksi tegas: penertiban penggunaan tas kresek dan plastik sekali pakai di pasar tradisional harus dilakukan tanpa kompromi. Ia memerintahkan Tim Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) untuk turun langsung ke lapangan dan menindak setiap pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018.
“Kita harus kerja keras dan bertindak tegas. Tidak ada lagi ruang untuk toleransi terhadap penggunaan tas kresek, pipet plastik, styrofoam, dan kemasan plastik di pasar tradisional,” tegas Koster saat memimpin rapat percepatan pelarangan plastik sekali pakai di Gedung Kerthasabha, Jayasabha, Senin (10/6).
Instruksi ini muncul setelah laporan Koordinator Tim PSP-PSBS, Dr. Luh Riniti Rahayu, yang menyebut bahwa sosialisasi sudah dilakukan di pasar tradisional, namun implementasinya masih sangat lemah. Pedagang dan pembeli masih dengan mudah menggunakan tas kresek, seolah Pergub 97/2018 tak berlaku di sana.
Data tim PSP-PSBS menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan: timbulan sampah harian di Bali mencapai 3.436 ton, dengan 17,25 persen merupakan sampah plastik. Lebih ironis lagi, dari 716 desa/kelurahan di Bali, hanya 290 yang memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). Itu pun, 90 persen dari TPS3R yang ada mengalami kendala serius dalam kapasitas, pengelolaan, SDM, dan anggaran.
“Kesadaran masyarakat masih rendah, dan aparat desa pun banyak yang belum memahami isi pergub. Ini harus kita ubah,” ujar Riniti.
Koster mengakui bahwa implementasi pergub ini lebih berhasil di pasar modern, mal, hotel, dan restoran. Namun sayangnya, pasar tradisional masih menjadi titik lemah. Ia menyebut bahwa komitmen di pasar tradisional justru kian menurun.
“Dulu sudah mulai baik, sekarang malah makin longgar. Ini tidak bisa dibiarkan. Semua pihak harus bersinergi – dari desa hingga provinsi – untuk mengembalikan komitmen dan mengatasi persoalan sampah plastik di Bali,” tegas Koster, yang dikenal sebagai tokoh lingkungan sejak awal menjabat.
Ia juga menginstruksikan Tim PSP-PSBS yang terdiri dari 11 kelompok kerja dan 12 sektor dengan dukungan 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menyusun peta jalan atau masterplan penanganan plastik sekali pakai. Hasil kerja tim ini wajib dilaporkan secara berkala setiap bulan dengan tahapan yang jelas dan tolok ukur yang terukur.
“Kita harus bergerak cepat, buat target per bulan, dan evaluasi hasilnya secara konkret. Semua tim harus bekerja nyata. Jangan hanya rapat, tapi tidak ada perubahan di lapangan. Sampah di Bali harus bisa kita atasi bersama. Bali harus bersih dan tetap indah,” tandasnya.
Rapat ini juga dihadiri para kepala OPD Pemprov Bali serta anggota Pokja Tim PSP-PSBS yang diharapkan menjadi ujung tombak gerakan pengurangan sampah plastik di Pulau Dewata.
Dengan langkah tegas ini, Koster menegaskan komitmennya untuk menjadikan Bali bukan hanya indah secara budaya, tetapi juga bersih secara lingkungan. (kbs)