Foto: Suasana Talk Show “Perempuan sebagai Ibu adalah Pendidik Pertama dan Utama, Tonggak Kebangkitan Bangsa Melahirkan Generasi Emas” pada Sabtu, 31 Mei 2025, di Komplek Pergudangan Bali Logistic Park, Badung.
Badung, KabarBaliSatu
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional, dan Hari Lansia Nasional 2025, Pengurus Wilayah Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Provinsi Bali, berkolaborasi dengan PT. Bali Pandawa Kencana Utama (BPKU) menggelar acara Talk Show inspiratif pada Sabtu, 31 Mei 2025, di Komplek Pergudangan Bali Logistic Park, Badung.
Dengan mengusung tema besar “Perempuan sebagai Ibu adalah Pendidik Pertama dan Utama, Tonggak Kebangkitan Bangsa Melahirkan Generasi Emas”, acara ini menegaskan kembali peran sentral perempuan dalam membentuk karakter dan masa depan bangsa melalui pendidikan dalam keluarga.
Talk show ini menghadirkan narasumber, yaitu Dr. Gung Tini Gorda, yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) dan Dr. Dadang Hermawan, yang berdiskusi seputar peran perempuan, keluarga, dan pendidikan sebagai pilar penting pembangunan bangsa. Talk Show dipandu oleh moderator Setyarti.
Tak hanya diskusi intelektual, acara ini juga disemarakkan oleh Fashion Show Nusantara & Batik oleh desainer Irma Lumiga yang merupakan Ketua Perpina Bali, serta kegiatan sosial berupa santunan untuk lansia dan anak yatim, sebagai bentuk nyata kepedulian sosial dari komunitas cendekiawan perempuan Muslim di Bali.
Melalui acara ini, ICMI Perempuan Bali ingin meneguhkan bahwa pendidikan bukan hanya tugas sekolah dan negara, tetapi dimulai dari rumah, dari sosok ibu, dan dari keluarga sebagai fondasi utama. Pesan moral yang diusung sangat relevan di tengah tantangan sosial dan budaya yang semakin kompleks saat ini.
Acara ini juga menjadi wadah dialog antarumat, antar-generasi, serta antarsektor, guna membangun kesadaran kolektif akan pentingnya peran perempuan dan keluarga dalam menciptakan generasi Indonesia emas.
Narasumber pertama, Doktor Gung Tini Gorda, yang juga merupakan Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) memaparkan tentang kontribusi riil yang telah ia lakukan untuk membuka akses pendidikan tinggi bagi perempuan Indonesia, khususnya di daerah. Melalui kepemimpinannya di dua institusi pendidikan, Undiknas dan STIE Satya Dharma Singaraja, melalui konsep sinergi Pang Pade Payu ia berhasil menggagas program S1 dan D3 Akuntansi khusus bagi perempuan. Program ini telah diresmikan melalui penandatanganan prasasti oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) saat itu, Bintang Puspayoga, pada 1 Oktober 2024, sebagai bentuk legasi nyata dari kebijakan afirmatif berbasis gender.
Gung Tini Gorda menekankan bahwa pendidikan harus menjadi ruang yang terbuka tanpa sekat agama maupun politik. Dalam konteks ini, ia mendorong kerja sama strategis dengan berbagai pihak, termasuk organisasi keagamaan dan sosial seperti ICMI, untuk menciptakan sinergi yang kuat demi kemajuan pendidikan perempuan.
“Saat membicarakan isu perempuan, anak, dan pendidikan, yang dibutuhkan adalah pendekatan kolaboratif lintas identitas, bukan sekat ideologis”, katanya.
Ia juga memberikan perhatian khusus pada pentingnya keterwakilan perempuan di legislatif. Menyadari masih minimnya representasi perempuan dalam pengambilan kebijakan, Gung Tini Gorda mendorong agar perempuan-perempuan Indonesia mempersiapkan diri sejak dini untuk maju dalam kontestasi politik tahun 2029.
“Kehadiran perempuan di parlemen bukan sekadar simbol, tetapi peluang strategis untuk menitipkan isu-isu krusial yang selama ini kurang mendapat perhatian”, tegasnya.
Gung Tini Gorda kemudian menggarisbawahi bahwa perempuan harus memiliki mentalitas berkelanjutan yang berakar pada semangat kolaborasi dan sinergi. Kedua konsep ini disebutnya sebagai pilar penting yang harus ditanamkan dalam setiap gerakan perempuan, meski implementasinya di lapangan sering kali tidak mudah.
“Maka dibutuhkan kerja cerdas, kerja keras, dan kerja tuntas dari setiap perempuan yang ingin terlibat secara aktif dalam pembangunan”, imbuhnya.
Gung Tini Gorda kemudian mengajak para perempuan untuk tidak takut menghadapi tantangan, termasuk hal-hal negatif yang sering kali muncul dalam perjalanan mereka. Ia mengibaratkan perempuan sebagai bunga teratai dalam filosofi kearifan lokal Hindu, tumbuh dari lumpur dan air, namun tetap bersih dan tidak tercemar. Masalah dan ujian dalam hidup, bagi perempuan cerdas, harus diolah menjadi energi positif yang mendorong mereka menjadi solusi bagi keluarga, lingkungan, dan bangsa.
“Inilah wujud perempuan ramah keluarga yang sesungguhnya, hadir untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dari hari ke hari”, pungkasnya.
Narasumber berikutnya, Dr. Dadang Hermawan, memaparkan tentang realitas ketimpangan ekonomi yang masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 10 persen masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Namun, jika mengacu pada standar pengukuran Bank Dunia, angka ini melonjak signifikan hingga mencapai 60 persen. Perbedaan indikator ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang rentan secara ekonomi, meski tidak tercatat secara resmi dalam kategori miskin versi pemerintah. Kondisi tersebut, menurutnya, perlu dijawab dengan aksi nyata, bukan sekadar wacana atau konsepsi. “Jika tidak, cita-cita besar Indonesia Emas 2045 bisa menjadi ilusi belaka”, ungkapnya.
Ia juga menyoroti tren demografi dan kemajuan teknologi global. Negara-negara maju seperti Jepang dan Jerman kini menghadapi kondisi piramida penduduk yang hampir datar akibat penuaan populasi dan rendahnya angka kelahiran. Di saat yang sama, teknologi berkembang pesat, mengubah struktur sosial dan ekonomi secara mendasar.
Dalam konteks ini, Dr. Dadang menekankan pentingnya perempuan Indonesia tidak hanya berperan sebagai pengasuh pasca-melahirkan, tetapi juga sebagai pendidik dalam keluarga yang melek teknologi. Fenomena penggunaan perangkat digital sejak usia dini membuat kemampuan literasi digital menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap ibu.
“Hal ini bukan hanya soal penguasaan alat, melainkan juga pemahaman mendalam akan dunia digital yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak-anak”, katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan perubahan fundamental dalam kebutuhan dunia kerja. Dulu, perusahaan besar merekrut karyawan berdasarkan latar belakang akademik. Namun kini, pola tersebut telah berbalik. Perusahaan-perusahaan modern lebih banyak mencari lulusan dari bidang komputer dan teknologi informasi terlebih dahulu, karena keahlian digital telah menjadi syarat dasar, bukan pelengkap.
“Saya mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya perempuan, untuk meningkatkan literasi digital sebagai langkah strategis dalam mencetak generasi emas yang tidak hanya tangguh secara sosial dan moral, tetapi juga kompetitif di era teknologi”, tandasnya.
Talkshow ini mendapat sambutan hangat dari para peserta yang hadir. Antusiasme tampak jelas dari keaktifan mereka dalam mengikuti jalannya diskusi, terutama saat sesi tanya jawab dibuka. Para peserta, yang berasal dari berbagai latar belakang, memanfaatkan momen ini untuk menggali lebih dalam pandangan para narasumber terkait peran strategis perempuan dalam pendidikan dan pembangunan bangsa.
Talk show ditutup dengan peragaan busana yang memukau. Para ibu dari anggota Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Provinsi Bali tampil anggun mengenakan busana adat Nusantara lengkap dengan tata rias yang elegan. Kegiatan dilanjutkan dengan fashion show Batik Nusantara karya desainer Irma Lumiga, yang juga menjabat sebagai Ketua Perpina Bali. Koleksi batik tersebut diperagakan oleh para model profesional, menambah kesan elegan dan inspiratif di penghujung acara. (kbs)