BerandaPolitikAnggota Komisi VI DPR RI Senantara Dukung Pembentukan Koperasi Merah Putih, Tapi...

Anggota Komisi VI DPR RI Senantara Dukung Pembentukan Koperasi Merah Putih, Tapi Ingatkan Risiko Korupsi dan Beban Finansial

Foto: Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem, Ir. I Nengah Senantara.

Jakarta, KabarBaliSatu

Fraksi Partai NasDem melalui Anggota Komisi VI DPR RI, Ir. I Nengah Senantara, menyatakan dukungannya terhadap rencana pembentukan koperasi desa/kelurahan “Merah Putih” yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Koperasi dan UKM di bawah kepemimpinan Budi Arie Setiadi. Meski demikian, dukungan tersebut diberikan dengan sejumlah catatan kritis terkait filosofi, operasional, dan potensi penyimpangan yang mungkin timbul dari implementasi program tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senantara menyampaikan bahwa pembentukan hampir 80.000 koperasi di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia merupakan langkah strategis dengan tujuan mulia, yaitu mendorong kemandirian ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa dan kelurahan.

Namun demikian, ia menggarisbawahi adanya perbedaan mendasar dalam filosofi dan ideologi koperasi Merah Putih dibandingkan dengan koperasi yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Koperasi Merah Putih, menurutnya, dibentuk, dibiayai, dan dikendalikan oleh negara, termasuk penentuan kepengurusannya, yang sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Hal ini berbeda dengan koperasi tradisional yang tumbuh dari, oleh, dan untuk anggota. Dalam model koperasi konvensional, kepengurusan dipilih oleh anggota, dan terdapat kewajiban serta tanggung jawab anggota dalam bentuk modal setor, modal wajib, serta modal sukarela, sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab yang lebih besar.

Baca Juga  Demer “On Fire” Rebut Ketua Golkar Bali: Punya Akses “Jalan Tol” ke Pusat dan “Fasilitas Berlimpah”

” Koperasi terdahulu filosofi dan ideologinya dari anggota untuk anggota, kepengurusannya dibentuk oleh anggota, dan adanya modal setor, modal wajib dan modal sukarela dari anggota, sehingga rasa tanggung jawab dan rasa memiliki berbeda dengan koperasi Merah Putih,” tegas politisi NasDem yang dikenal dengan tagline Senantara Berbagi, Senantara Peduli ini.

Senantara menambahkan bahwa dalam operasional koperasi tersebut perlu diterapkan pengawasan melekat (waskat) yang berkesinambungan guna mencegah terjadinya praktik korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia juga mengingatkan bahwa perangkat desa/kelurahan sejatinya tidak dirancang untuk menjalankan unit usaha, melainkan lebih berfokus pada pelayanan administrasi dan kegiatan sosial pemerintahan.

Pengusaha sukses yang dikenal dermawan ini juga mengingatkan Kementerian Koperasi bahwa tantangan implementasi program ini sangat besar, mengacu pada pengalaman kegagalan berbagai lembaga ekonomi desa sebelumnya seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Baca Juga  Insiden Pesawat Airfast di Bandara Ngurah Rai, Demer: Bandara Bali Utara Harus Segera Dibangun! Jangan Menaruh Telur di Satu Keranjang

“Tentu ini tantangan cukup besar bagi Kementerian Koperasi, karena sejarah mencatat KUD bangkrut, BUMDes juga mengalami hal yang sama. Penyebabnya karena SDM dan sarana prasarana yang ada di desa sangat terbatas. Lebih-lebih banyak desa dari 83.000 desa, 35% belum teraliri listrik dan belum ada jaringan internetnya. Gimana mungkin mau menggunakan freezer cool storage dan menggunakan sistem digital transaksi, ini pertanyaan besar saya,” ungkapnya.

Senantara juga menyoroti aspek pembiayaan koperasi Merah Putih yang dinilainya belum dirancang secara matang. Ia memperkirakan bahwa untuk membangun satu unit koperasi, dibutuhkan modal awal sedikitnya Rp2 miliar. Anggaran tersebut mencakup kebutuhan dasar seperti pembangunan gudang, pengadaan dua unit truk, instalasi cool storage, peralatan kantor, pembayaran gaji pegawai, serta kebutuhan operasional lainnya.

Menurutnya, skema pendanaan yang berbasis pinjaman dengan kewajiban membayar bunga justru berisiko membebani koperasi sejak awal, bahkan sebelum unit usaha tersebut menghasilkan pendapatan. Ia menilai kondisi ini berpotensi melemahkan keberlanjutan koperasi dan justru menggerogoti tujuan utamanya untuk menciptakan kemandirian ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, Senantara mendesak Kementerian Koperasi untuk melakukan perhitungan dan perencanaan yang lebih cermat agar program tidak hanya menjadi omon-omon semata.

Baca Juga  Tegaskan Dukungan Total NasDem untuk Pemerintahan Prabowo, Surya Paloh: “Supporting Kita Bukan Sekadar Lips Service”

“Saya minta Pak Menteri harus menghitung secara cermat. Jangan sampai ide, gagasan, dan tindakan tidak sesuai dengan harapan membentuk ekonomi desa mandiri dan mensejahterakan rakyat, hanya omon-omon belaka,” tegasnya.

Senantara juga mengingatkan adanya potensi besar koperasi Merah Putih menjadi ladang korupsi baru apabila tidak diawasi secara ketat dan berkelanjutan. Ia menyoroti bahwa bahkan di lingkungan BUMN yang dikelola oleh para profesional dengan latar belakang pendidikan tinggi seperti profesor, doktor, atau minimal sarjana, praktik korupsi masih marak terjadi. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius yang ia sampaikan kepada Menteri Koperasi, mengingat risiko serupa sangat mungkin terjadi dalam pengelolaan koperasi yang melibatkan dana besar dan pengawasan terbatas di tingkat desa.

“Yang berbahaya lagi, ini membentuk ladang korupsi baru. Karena di BUMN saja, yang dikelola oleh profesor, doktor, minimal pendidikan S1, hampir semua menjadi ladang korupsi. Ini yang menjadi concern saya terhadap Pak Menteri,” pungkasnya. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini