Bale Kertha Adhyaksa Jaga Desa dan Umah Restorative Justice: Jalan Damai Menyatu dengan Kearifan Lokal, Penjara di Bali Sepi?
Beban Perkara di Pengadilan Akan Berkurang Drastis, Gubernur Koster Siap Dukung dengan Perda
Foto: Gubernur Bali Wayan Koster bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Ketut Sumedana meresmikan Bale Kertha Adhyaksa Jaga Desa dan Umah Restorative Justice se-Kabupaten Buleleng, Rabu (16/4/2025).
Buleleng, KabarBaliSatu
Di tengah hiruk pikuk hukum formal yang kian menyita waktu, tenaga, dan biaya negara, Bali menempuh jalan berbeda. Gubernur Bali Wayan Koster bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Ketut Sumedana meresmikan program Bale Kertha Adhyaksa Jaga Desa dan Umah Restorative Justice untuk seluruh wilayah Buleleng, Rabu (16/4/2025) di Gedung Kesenian Gde Manik, Singaraja.
Program ini bukan sekadar simbol. Ia hadir sebagai jalan damai menyelesaikan sengketa ringan di akar rumput—mulai dari konflik keluarga, adat, hingga persoalan waris—lewat musyawarah dan mufakat, bukan meja hijau.
“Program ini cerdas dan membumi. Menyelesaikan persoalan kecil di desa sebelum membesar jadi perkara hukum. Saya minta bupati dan wali kota se-Bali mengawal ini dengan serius,” ujar Koster tegas.
Jika berhasil, lanjut Koster, beban pengadilan akan berkurang drastis. Dana negara bisa dialihkan untuk pembangunan, bukan untuk biaya makan napi yang bisa mencapai triliunan per tahun.
Gubernur juga berencana mengangkat program ini ke level Peraturan Daerah (Perda) sebagai wujud komitmen menjadikan Bali sebagai pelopor masyarakat yang tertib, harmonis, dan beradab—tanpa mengabaikan nilai adat dan budaya lokal.
Kejati Bali Ketut Sumedana, sang inisiator, menegaskan bahwa pendekatan restoratif ini tak berlaku untuk kasus berat seperti pembunuhan atau perampokan. “Tapi untuk perkara adat dan sosial, ini adalah solusi nyata. Saya mendorong ini segera masuk Perda,” kata Sumedana.
Sumedana bahkan menyentil fakta mengejutkan: negara mengeluarkan Rp 3 triliun setahun hanya untuk biaya makan narapidana. “Kalau bisa diselesaikan di desa, kenapa harus sampai penjara?”
Dukungan juga datang dari Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra. Ia optimistis, program ini bisa mengurai benang kusut di Lapas yang sudah kelebihan kapasitas.
“Kami siap bersinergi penuh. Harapan kami, masyarakat Buleleng bisa merasakan langsung manfaat dari penyelesaian masalah yang damai dan bermartabat,” ujar Sutjidra.
Peresmian ini turut dihadiri jajaran penting daerah, mulai dari pimpinan DPRD, unsur Forkopimda, hingga bendesa dan kelian adat se-Buleleng.
Semua mata kini tertuju pada Bali—bukan hanya sebagai destinasi, tapi sebagai model keadilan restoratif yang berakar pada nilai nusantara. (kbs)