BerandaDaerahInvestor Luar Dominasi Produksi Sampah di Bali, Senantara NasDem: "Mereka Nyampah di...

Investor Luar Dominasi Produksi Sampah di Bali, Senantara NasDem: “Mereka Nyampah di Bali, Rupiahnya Dibawa ke Luar”

Foto: Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ir. I Nengah Senantara, menilai bahwa beban lingkungan yang dihasilkan oleh industri pariwisata justru harus ditanggung oleh masyarakat lokal, sementara keuntungan dari bisnis tersebut dibawa keluar dari Pulau Dewata.

Denpasar, KabarBaliSatu

Persoalan pelik tentang sampah di Bali kembali mencuat, kali ini dengan sorotan tajam terhadap kontribusi para investor luar daerah yang memiliki hotel, vila, dan restoran. Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ir. I Nengah Senantara, menilai bahwa beban lingkungan yang dihasilkan oleh industri pariwisata justru harus ditanggung oleh masyarakat lokal, sementara keuntungan dari bisnis tersebut dibawa keluar dari Pulau Dewata.

“Pernah gak ada penelitian berapa jumlah volume sampah yang dihasilkan oleh para usahawan di bidang hotel dan vila, restoran, dengan rumah tangga? Jangan semata-mata menyalahkan rumah tangga. Sampah ini banyak dihasilkan oleh industri-industri hotel, vila, properti lainnya, termasuk restoran,” kata Senantara yang juga Ketua Bappilu DPW Partai NasDem Bali.

Menurutnya, sebagian besar properti hotel berbintang di Bali, khususnya dari bintang tiga ke atas, dimiliki oleh pengusaha dari luar Bali. Mereka menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar, namun kontribusinya terhadap penanganan sampah sangat minim, bahkan nyaris tak terlihat.

Baca Juga  Ajak Kader PKK Bali Gencarkan Edukasi Pengelolaan Sampah, Ny. Seniasih Giri Prasta: Kelola Sampah dari Rumah, Kunci Bali Bersih dan Sehat!

“Nah, yang saya tahu, CSR perusahaan dari yang ada di Bali itu gak ada untuk orang Bali. Ini bisa dikondisikan juga. Jangan sampai terus-terusan masyarakat Bali dibebani oleh persoalan-persoalan yang mana persoalan itu bukan dimunculkan murni oleh orang Bali sendiri. Tetapi dipunculkan oleh para investor,” tegas pengusaha sukses yang dikenal suka berbagi lewat tagline Senantara Berbagi, Senantara Peduli ini.

Senantara juga mengingatkan bahwa investor datang ke Bali karena daya tarik budaya, adat, dan tradisi Bali yang unik. Sayangnya, keberadaan mereka justru membawa beban ekologis yang tidak sebanding dengan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.

“Investor itu harus selain dia juga harus bayar pajak, ini penanganan sampah harus dibebani juga. Nggak bisa dia seenaknya ya, sampah-sampah itu dimunculkan di Bali, sementara hasil nominal rupiahnya mereka bawa ke tempat-tempat lain,” ujar Senantara.

Ia mendorong agar ada kajian menyeluruh yang mencakup klasifikasi jenis dan sumber sampah yang dihasilkan, termasuk dari upacara adat, rumah tangga lokal, dan pelaku usaha. Hal ini penting agar tidak terjadi stigma negatif terhadap budaya lokal yang dianggap sebagai penyumbang utama sampah di Bali.

“Jangan sampai mengklaim nanti, karena adanya upacara, itu menjadi bagian bahwa Bali tidak bisa bersih. Ini persoalan juga nanti. Jangan sampai kita saling klaim,” ujarnya.

Baca Juga  Sekda Denpasar Tinjau Safari Kesehatan, Warga Dapat Layanan Medis Gratis

Lebih lanjut, Anggota Komisi VI DPR RI itu menekankan pentingnya penanganan sampah secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. Menurutnya, pendekatan preventif tidak akan efektif jika tidak disertai langkah konkret untuk membatasi produksi plastik sejak dari sumbernya, yakni di tingkat produsen. Ia menilai bahwa selama produksi plastik terus dibiarkan tanpa pengendalian, upaya pengelolaan di hilir akan terus kewalahan menghadapi volume sampah yang terus mengalir ke masyarakat. Pembatasan terhadap produksi plastik kemasan, seperti botol air minum dan pembungkus lainnya, dinilai sebagai langkah awal yang harus diambil apabila Bali benar-benar ingin bebas dari sampah plastik.

Hal ini juga sejalaan dengan kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, tepatnya pada Poin V nomor 4, yang menyebut bahwa setiap lembaga usaha dilarang memproduksi AMDK plastik sekali pakai dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Provinsi Bali.

“Kalau produksi plastik itu sendiri sudah masuk ke masyarakat, aturan ketat pun akan dilakukan. Itu yang terjadi. Nah, nanti kalau ada kajian, mohon kiranya, kalau bahasanya itu katanya dari hulu ke hilir, kan itu ya. Tapi kalau di hulunya kita gak bendung, pastinya dia akan mengalir terus,” tambahnya.

Baca Juga  Dukung Bali Bebas Plastik, Mahasiswa Undiknas Apresiasi Langkah Berani Gubernur Koster

Ia menegaskan bahwa selama produksi plastik tidak dibatasi, maka beban penanganan sampah akan terus menumpuk di hilir. Terutama di Bali, yang sudah menghadapi tekanan lingkungan akibat tingginya aktivitas pariwisata.

“Nah, kalau kita memang mau bebas plastik, tentu dibatasi produksi plastiknya itu sendiri, baik plastik dalam bentuk kemasan air minum mineral, atau pembungkus-pembungkus lainnya,” ujarnya.

Senantara mengharapkan agar seluruh stakeholder, termasuk para investor, duduk bersama dalam satu kerangka solusi. Ia menekankan pentingnya sinergi, terutama dalam bentuk kontribusi nyata dari dana CSR untuk membantu pengelolaan sampah di wilayah Bali.

“Nah ini harus ada sinergi. Jadi sampahnya ada di Bali, tapi tolong diperhatikan dong, melalui dana-dana CSR-nya itu. Karena yang saya lihat, hotel berbintang di Bali, dari mulai tatanan bintang tiga ke atas itu milik orang luar semua. Jarang sekali milik orang Bali. Dan sampah yang dihasilkannya juga, kemasannya plastik juga itu,” pungkasnya. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini