Foto: Gubernur Bali, I Wayan Koster bersama Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya (Dewa Jack) dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD Bali, Selasa (15/4/2025).
Denpasar, KabarBaliSatu
Temuan mencengangkan datang dari Buleleng, Bali. Ratusan siswa SMP dilaporkan belum mampu membaca dengan lancar, sebuah kemampuan dasar yang seharusnya sudah dikuasai sejak bangku SD. Isu ini sontak memicu perhatian publik dan menjadi sorotan tajam terhadap kualitas pendidikan di daerah tersebut.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengaku persoalan ini sudah berada di tangan Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra. “Sudah ditangani oleh Bapak Bupati,” ujarnya singkat saat ditemui usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD Bali, Selasa (15/4/2025).
Namun berbeda dengan Gubernur Koster, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, justru mengaku baru mengetahui kabar tersebut dan juga belum ada laporan ke DPRD Bali Ia berjanji akan segera berkoordinasi dengan Bupati Buleleng dan Dinas Pendidikan.
“Mohon maaf, saya baru dengar hari ini. Tapi saya akan koordinasikan dengan Bupati Buleleng secepatnya,” katanya.
Ironisnya, di tengah ketertinggalan membaca, para siswa ini disebut justru fasih berselancar di media sosial. Kontras yang menunjukkan kegagalan sistem dalam menanamkan prioritas dasar pendidikan: literasi.
Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, I Made Sedana, menilai fenomena ini sebagai alarm keras. Ia mendorong pemetaan menyeluruh oleh Dinas Pendidikan untuk mengetahui apakah para siswa memiliki kebutuhan khusus atau korban dari sistem yang tidak adaptif.
Plt Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mencatat bahwa dari total 34.062 siswa SMP, sebanyak 155 tidak bisa membaca sama sekali dan 208 tidak lancar membaca. Akar masalahnya beragam: mulai dari disleksia, trauma masa kecil, kekerasan dalam rumah tangga, pembelajaran jarak jauh saat pandemi, hingga minimnya dukungan keluarga dan ketakutan guru terhadap jeratan hukum.
“Mereka bukan hanya butuh guru, mereka butuh sistem yang peduli,” ujar Ariadi.
Kisah ini bukan sekadar tentang anak-anak yang belum bisa membaca. Ini adalah cermin buram dari ketimpangan pendidikan, kelalaian pengawasan, dan kebutuhan mendesak akan reformasi. Kini bola ada di tangan pemerintah daerah—apakah akan menyembuhkan, atau membiarkan luka ini melebar? (kbs)