BerandaPolitikRiset KPU-Unud: 58 Persen Pemilih Bali Anggap Politik Uang Wajar, Uang Tunai...

Riset KPU-Unud: 58 Persen Pemilih Bali Anggap Politik Uang Wajar, Uang Tunai Jadi Favorit

Foto: Ilustrasi Money Politic

Denpasar, KabarBaliSatu

Politik uang masih menjadi fenomena yang diterima luas dalam kontestasi Pilkada di Bali. Sebanyak 58 persen pemilih menganggap politik uang sebagai hal yang wajar, berdasarkan riset yang dilakukan KPU Bali bekerja sama dengan Universitas Udayana (Unud) terkait Perilaku Memilih Masyarakat dalam Pilkada Bali 2024.

“Kami menemukan bahwa mayoritas responden tidak menganggap politik uang sebagai sesuatu yang tabu,” ujar Dr. Kadek Dwita Apriani, peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unud, dalam Diseminasi Hasil Kajian Publik Pilgub Bali 2024 di Kantor KPU Bali, Jumat (14/3/2025).

Baca Juga  Langkah Cermat dan Pilihan Tepat Perindo Usung Made Satria dan Tjok Surya di Pilkada Klungkung: Misi Besar untuk Klungkung Era Baru Telah Dimulai

Penelitian ini dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 800 responden, yang dipilih secara multistage random sampling dari 3,28 juta pemilih tetap di sembilan kabupaten/kota di Bali.

Para responden tidak ditanya secara langsung apakah mereka mendukung politik uang, melainkan diberikan skenario, misalnya: “Bila tetangga atau kolega Anda menerima uang atau hadiah dari calon kepala daerah dan memilihnya, apakah itu wajar?” Hasilnya, mayoritas pemilih menganggap praktik ini lumrah.

Lebih jauh, riset menemukan bahwa 52,8 persen pemilih menerima uang tetapi tetap memilih sesuai hati nurani, sementara 15,1 persen secara terang-terangan mengaku menerima uang dan memilih pemberinya. Sementara itu, 29 persen menolak uang dan tidak memilih pihak pemberi, serta 3,1 persen memilih tidak menjawab.

Baca Juga  Senantara-Koster Mesra, NasDem Bali Dukung Penuh Kepemimpinan Koster-Giri Hadirkan Program Pro Rakyat

“Di tingkat nasional, prevalensi politik uang pada Pilkada 2005-2010 hanya sekitar 10 persen. Saat ini, di Bali, ada 15,1 persen pemilih yang secara terbuka mengakui menerima uang dan memilih pemberinya. Ini menunjukkan tingginya tingkat kepermisifan,” jelas Dwita.

Selain itu, riset juga mengungkap bahwa uang tunai menjadi bentuk politik uang yang paling disukai, dengan angka 35,8 persen. Sembako berada di posisi kedua dengan 26,6 persen, sementara sumbangan perbaikan tempat ibadah dipilih oleh 17,9 persen responden.

Bentuk pemberian lainnya mencakup sumbangan upacara adat (8,4 persen), safari kesehatan gratis (8,1 persen), serta seragam PKK/sekaa gong/rejang dan lainnya (1,1 persen). Sebanyak 2,1 persen responden memilih tidak menjawab.

Baca Juga  Retret Kepala Daerah, Pemborosan Anggaran Demi Agenda Politik Terselubung 2029, Sandera Kemandirian Daerah?

Meski hasil ini tidak bisa langsung disimpulkan sebagai peningkatan politik uang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, data menunjukkan bahwa kepermisifan terhadap politik uang di Bali lebih tinggi dibandingkan riset nasional terakhir.

Dengan margin of error ±3,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen, temuan ini menjadi gambaran nyata tentang tantangan demokrasi di Bali, di mana politik uang masih menjadi elemen yang sulit dihilangkan dalam Pilkada.(kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini