Foto: Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, S.H., M.Hum., resmi terpilih sebagai Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia (APTISI) Provinsi Bali periode 2025–2030.
Denpasar
Tongkat kepemimpinan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Provinsi Bali kini resmi beralih ke tangan akademisi berpengalaman, Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, S.H., M.Hum. Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) itu terpilih memimpin APTISI Bali untuk periode 2025–2030 dalam Musyawarah Provinsi (Musprov) VII yang digelar di Harris Convention Center, Denpasar, Rabu (22/10).
Dalam pidato perdananya, Prof. Suarta menegaskan arah kepemimpinannya: solid, inovatif, dan relevan dengan tantangan zaman. Ia menekankan bahwa APTISI Bali akan bekerja tegak lurus dengan pemerintah, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti), dan APTISI Pusat.
“Kami sudah terbiasa bekerja dengan data dan arahan dari lembaga pembina nasional. Karena itu, setiap langkah APTISI Bali akan kami jalankan sejalan dengan kebijakan di atas,” ujar Prof. Suarta menegaskan.
Pengalaman Jadi Bekal Kepemimpinan
Bukan sosok baru di APTISI, Prof. Suarta telah dua periode mendampingi ketua sebelumnya. Dari pengalaman itu, ia belajar pentingnya tata kelola organisasi yang transparan, komitmen terhadap akuntabilitas, dan kepemimpinan berbasis kolaborasi.
“Saya sudah punya role model yang jelas. Dari pengalaman dua periode lalu, saya memahami arah strategis yang perlu kita tempuh,” ungkapnya.
Ia menilai, memperkuat koordinasi internal menjadi kunci utama agar seluruh perguruan tinggi swasta di Bali berjalan dalam satu visi menghadapi tantangan pendidikan nasional. Komunikasi rutin antar-pimpinan kampus disebutnya sebagai strategi memperkuat solidaritas sekaligus membangun kompetisi yang sehat.
Menjawab Tantangan Serius Dunia Kampus
Prof. Suarta menyoroti penurunan jumlah mahasiswa secara nasional sebagai tantangan serius. Ia menyebut, hasil penelusuran menunjukkan bahwa faktor ekonomi masih menjadi penghambat utama bagi calon mahasiswa.
“Banyak anak-anak muda punya semangat kuliah, tapi terbentur biaya. Di sinilah peran kita bersama untuk mencari solusi konkret,” katanya.
APTISI Bali, di bawah kepemimpinannya, berkomitmen memperluas akses pendidikan melalui program KIP Kuliah, kerja sama dengan Pemprov Bali lewat program Satu Keluarga Satu Sarjana, hingga membuka kolaborasi dengan pihak swasta guna membantu pembiayaan kuliah mahasiswa kurang mampu.
“Kami ingin memastikan tidak ada anak Bali yang berhenti bermimpi hanya karena keterbatasan ekonomi,” tegasnya.
APTISI Sebagai Rumah Bersama
Bagi Prof. Suarta, APTISI bukan sekadar organisasi, tetapi rumah besar kebersamaan bagi seluruh perguruan tinggi swasta di Pulau Dewata.
“Ada perguruan tinggi yang belum unggul, kita dorong menjadi unggul. APTISI harus diisi dengan energi positif, agar menjadi organisasi yang berkembang dan hebat,” ujarnya penuh semangat.
Visi ini juga menjadi refleksi terhadap kondisi pendidikan tinggi saat ini yang dinilai memerlukan reformasi menyeluruh — mulai dari sistem pembelajaran, tata kelola lembaga, hingga pendekatan terhadap mahasiswa.
“Mahasiswa sekarang tidak suka pembelajaran yang monoton. Kita perlu inovatif, kreatif, dan relevan agar perkuliahan menjadi menarik dan bermakna,” jelasnya.
Pendidikan Sebagai Jalan Memutus Kemiskinan
Dalam pandangan Prof. Suarta, pendidikan adalah kunci utama keluar dari kemiskinan. Ia meyakini bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas pula kemampuannya memahami dan memecahkan persoalan hidup.
“Pendidikan adalah fondasi untuk memperbaiki kehidupan. Karena itu, tugas kita bersama adalah memotivasi masyarakat agar tetap mau belajar,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya relevansi antara dunia kampus dan dunia kerja, dengan mendorong perguruan tinggi menciptakan program studi yang sesuai dengan potensi daerah dan kebutuhan zaman.
“Jangan bikin prodi yang terlalu umum. Kita harus menciptakan prodi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” pesannya.
Momentum Arah Baru Pendidikan Tinggi Bali
Musprov VII APTISI Bali tahun ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan arah baru pendidikan tinggi swasta di Pulau Dewata. Dengan pengalaman, integritas, dan visi kolaboratif yang dimiliki Prof. Made Suarta, APTISI Bali diharapkan melahirkan terobosan strategis — memperkuat kualitas, kemandirian, dan daya saing perguruan tinggi swasta Bali di tengah perubahan global yang kian cepat.
“APTISI Bali harus menjadi simbol kemajuan pendidikan tinggi swasta di Pulau Dewata,” pungkas Prof. Suarta. (kbs)