Foto: Suasana FGD ke-3 dengan tema “Kajian Potensi Nilai Ekonomi Karbon dalam Dekarbonisasi Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di Nusa Penida,” di Sanur, Denpasar, pada 16 Oktober 2025.
Denpasar, KabarBaliSatu
Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) ke-3 dengan tema “Kajian Potensi Nilai Ekonomi Karbon dalam Dekarbonisasi Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di Nusa Penida.” Kegiatan ini berlangsung di Sanur, Denpasar pada 16 Oktober 2025 sebagai bagian dari rangkaian riset strategis yang mendukung upaya Bali menuju transformasi energi bersih dan berkelanjutan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) Dr. Gung Tini Gorda bersama jajaran, antara lain Kepala Kajian Ilmu Sosial Dr. Nyoman Sedana dan Kepala Kajian STEM Ir. Wayan Sugarayasa, S.T., M.T.
FGD menghadirkan dua narasumber utama, yakni Ir. Agus Putu Abiyasa yang hadir secara langsung, serta Della Satya Guniastuti dari Direktorat Mitigasi Pengendalian Iklim Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup yang memberikan paparan secara daring melalui Zoom. Jalannya diskusi dipandu oleh moderator Ir. I Wayan Suryana, S.T., M.T.
Forum ini menyoroti pentingnya pemetaan nilai ekonomi karbon sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi pembangkit listrik berbasis EBT di Nusa Penida. Dalam sesi pemaparan, Ketua Tim Peneliti Undiknas, Ir. Agus Putu Abiyasa mempresentasikan hasil kajian yang telah dilakukan. Sementara itu, Della Satya Guniastuti menyampaikan pandangan teknis terkait tata kelola nilai ekonomi karbon di tingkat daerah.
FGD ini menjadi ruang kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan di bidang energi guna memperkuat arah kebijakan transisi energi di Bali.
Melalui kegiatan ini, diharapkan hasil kajian dapat menjadi landasan ilmiah bagi langkah konkret percepatan dekarbonisasi sektor energi menuju Bali Era Baru yang bersih, hijau, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana.
Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) Dr. Gung Tini Gorda menegaskan komitmen pihaknya untuk memastikan kajian mengenai potensi nilai ekonomi dari energi terbarukan tidak berhenti pada tahap penelitian semata. Kajian tersebut dipandang sebagai proses berkelanjutan yang mencakup seluruh rantai dari hulu ke hilir, sehingga hasilnya dapat benar-benar mencapai tujuan yang diharapkan.
Pusat Studi Undiknas berupaya menjadi model kolaborasi riset yang tidak hanya berorientasi pada hasil kajian akademik, tetapi juga pada implementasi konkret di lapangan. “Melalui kerja sama dengan BRIDA Provinsi Bali dan dukungan dari tim penjamin mutu, PSU bertekad melahirkan kajian induk yang dapat menjadi fondasi pengembangan Nusa Penida sebagai innovation hub atau pusat inovasi riset dan pengembangan energi baru terbarukan di Bali,” tegasnya.
Gung Tini Gorda menambahkan, Peta jalan menuju terwujudnya Nusa Penida sebagai kawasan energi terbarukan sebenarnya telah mulai dirumuskan melalui kajian-kajian sebelumnya. Dalam konteks ini, PSU mendorong BRIDA Kabupaten Klungkung untuk mengambil peran aktif dalam melanjutkan dan memperkuat tanggung jawab pengembangan potensi energi di wilayah tersebut, mengingat Nusa Penida memiliki sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Kajian ini diharapkan tidak hanya berkontribusi terhadap upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga mampu memberikan nilai ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Implementasi hasil riset diharapkan dapat menciptakan dampak ekonomi positif yang dapat dirasakan langsung oleh warga setempat.
Selain aspek teknis dan ekonomi, Gung Tini Gorda juga menekankan pentingnya sosialisasi hasil kajian kepada masyarakat. Langkah ini dinilai krusial agar publik memahami manfaat dan peluang yang dapat muncul dari pengembangan energi baru terbarukan. “Dengan demikian, hasil kajian ini diharapkan mampu menjadi pemicu perubahan ekonomi masyarakat lokal sekaligus memperkuat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan di Bali,” pungkasnya.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali, Dr. I Ketut Wica, menegaskan pentingnya penguatan kajian tentang potensi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai bagian dari strategi mewujudkan Bali Mandiri Energi dan mendukung program Bali Hijau.
Dalam sambutan yang dibacakan oleh A.A Istri Inten Wiradewi, SPt., M.Si selaku Kepala Bidang Penunjang Pembangunan Daerah, Dr. I Ketut Wica menegaskan bahwa kajian ini menjadi langkah strategis untuk mempercepat arah kebijakan energi bersih dan memperkuat kontribusi daerah dalam pembangunan rendah karbon menuju Bali Net Zero Emission 2045.
Melalui program 100% Energi Baru Terbarukan (EBT) di Nusa Penida 2030, BRIDA Bali berupaya membumikan konsep ekonomi karbon agar dapat diimplementasikan secara nyata dan berkelanjutan. “Peluang pemanfaatan NEK di sektor energi bersih dinilai sangat besar, terutama di kawasan Nusa Penida yang menjadi laboratorium transisi energi menuju Bali bersih dan hijau,” katanya.
Komitmen Provinsi Bali untuk menurunkan emisi gas rumah kaca diwujudkan melalui langkah konkret: mewujudkan Nusa Penida sebagai wilayah pertama dengan sistem pembangkit listrik berbasis 100% EBT pada 2030, dan memperluas penerapan tersebut ke seluruh Pulau Bali pada tahun 2045.
“BRIDA Bali menempatkan kajian Nilai Ekonomi Karbon sebagai elemen penting dalam menggerakkan inovasi energi bersih, memperkuat daya saing ekonomi daerah, serta memastikan transisi menuju Bali Net Zero Emission 2045 berjalan secara terukur dan berdampak nyata bagi masyarakat,” tuturnya.
Dalam sesi wawancara terpisah, Kepala Bidang Penunjang Pembangunan Daerah, A.A. Istri Inten Wiradewi, menegaskan bahwa hasil kajian ini diharapkan dapat langsung diimplementasikan, baik di tingkat provinsi maupun di Kabupaten Klungkung, khususnya di Nusa Penida. Kajian ini dipandang penting karena potensi nilai ekonomi karbon memiliki masa berlaku tertentu yang perlu diantisipasi sejak dini agar tidak terlewatkan.
Melalui hasil kajian tersebut, pemerintah akan memiliki dasar yang lebih kuat dalam menentukan langkah-langkah strategis untuk memanfaatkan peluang ekonomi karbon secara optimal. “Selain itu, BRIDA Bali berencana memperluas ruang lingkup kajian agar mencakup keseluruhan wilayah Bali, sehingga potensi nilai ekonomi karbon dapat digarap lebih luas dan memberikan manfaat ekonomi berkelanjutan bagi daerah dan masyarakat,” katanya.
Dengan demikian, upaya ini menandai langkah nyata Bali dalam mengintegrasikan riset, kebijakan, dan implementasi energi bersih menuju masa depan rendah emisi, sekaligus memperkuat posisi Bali dan Nusa Penida pada khususnya sebagai pionir transisi energi di Indonesia.
Narasumber Ir. Agus Putu Abiyasa, menjelaskan, kajian tersebut menjadi salah satu upaya awal untuk memperkenalkan dan mengimplementasikan konsep nilai ekonomi karbon yang masih tergolong baru di Bali. “Melalui penelitian ini, Saya harap pemerintah daerah dapat memanfaatkan peluang besar dari NEK sebagai sumber potensi pendapatan asli daerah (PAD) baru di masa depan,” harapnya.
NEK dinilai memiliki urgensi tinggi agar pemerintah di Bali tidak tertinggal dalam memanfaatkan peluang ekonomi hijau.
Selain fokus pada aspek energi, Bali juga berpeluang menjadi pusat inovasi atau innovation hub. Sebagai destinasi pariwisata internasional yang telah dikenal luas di dunia, Bali memiliki daya tarik kuat untuk menarik talenta digital global.
Secara khusus, Nusa Penida dinilai memiliki posisi strategis untuk menjadi ikon baru Bali dalam transformasi energi dan digital. “Pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT di wilayah tersebut, jika dikombinasikan dengan konsep innovation hub, dapat menjadikan Nusa Penida sebagai wajah baru Bali di mata dunia, bukan hanya sebagai destinasi wisata alam, tetapi juga sebagai laboratorium energi hijau dan pusat inovasi global,” terangnya.
Abiyasa juga memaparkan sejumlah rekomendasi strategis yang menjadi hasil dari kajian tersebut. Beberapa di antaranya mencakup aspek tata kelola dan regulasi, termasuk pentingnya penetapan payung hukum daerah untuk nilai ekonomi karbon (NEK) di sektor ketenagalistrikan.
Selain itu, rekomendasi juga menyentuh pada desain sistem dan implementasi teknis, model bisnis serta mekanisme pembiayaan dan monetisasi karbon melalui skema blended finance, hingga manajemen risiko dan strategi adaptasi guna memastikan keberlanjutan program dekarbonisasi di Bali.
Narasumber berikutnya, Della Satya Guniastuti, yang hadir secara daring, memaparkan peta jalan transisi energi menuju karbon netral sebagai bagian dari upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) di sektor energi. Peta jalan tersebut menjadi bentuk komitmen bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan untuk mewujudkan NZE pada tahun 2060.
Dalam paparannya, Della, yang juga dari Direktorat Mitigasi Pengendalian Iklim Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa energi terbarukan merupakan faktor kunci dalam proses transisi menuju sistem energi yang bersih dan berkelanjutan. Ia juga menyoroti keberadaan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, yang menjadi landasan hukum penting bagi pengelolaan karbon di Indonesia.
“Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam pemenuhan target Nationally Determined Contribution (NDC) di sektor energi, dengan dua fokus utama, yakni pengembangan energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi di berbagai lini pembangunan,” katanya.
FGD juga diwarnai dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang berlangsung interaktif. Berbagai pandangan dan masukan dari para peserta turut memperkaya substansi kajian, sekaligus memperkuat arah rekomendasi penelitian agar lebih aplikatif dan relevan dengan kebutuhan daerah.
FGD ke-3 BRIDA Bali ini menegaskan komitmen kuat berbagai pihak untuk mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan di Pulau Dewata. Kajian tentang Nilai Ekonomi Karbon di Nusa Penida menjadi langkah strategis dalam membangun model kebijakan energi berbasis riset dan inovasi. Melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat, Bali menapaki jalur pasti menuju era baru energi hijau yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bernilai ekonomi tinggi bagi rakyatnya. (kbs)