BerandaDaerahKomisi VI DPR Soroti Impor dan Ekspor Emas Janggal, Demer Sindir Kebijakan...

Komisi VI DPR Soroti Impor dan Ekspor Emas Janggal, Demer Sindir Kebijakan Emas: Indonesia Bak “Negeri Konoha”

Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali, yang juga Ketua DPD Golkar Bali, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer.

Jakarta, KabarBaliSatu

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama PT Aneka Tambang (Antam), PT Industri Asahan Aluminium (Inalum), dan PT Vale Indonesia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025), memunculkan sorotan tajam terhadap praktik impor emas yang dinilai janggal. Dalam pertemuan ini, sejumlah anggota dewan mempertanyakan alasan Indonesia, negara yang dikenal kaya sumber daya alam, masih harus mengandalkan impor emas dalam jumlah besar.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih atau Demer, menjadi salah satu suara kritis dalam rapat tersebut. Ia menekankan bahwa kebijakan hilirisasi yang dicanangkan Presiden Prabowo seharusnya menjadi kunci membuka ruang ekonomi baru dan menyediakan lapangan kerja, seiring pertumbuhan populasi Indonesia yang terus meningkat.

Baca Juga  Bupati Satria Buka Lomba Mancing ST Werdhi Mandala Tusan di Sungai Melangit

“Kita berbicara mengenai hilirisasi dan visi besar Presiden Prabowo, sekaligus melihat pertumbuhan populasi Indonesia yang terus meningkat. Pertumbuhan ini menuntut ketersediaan lapangan kerja dan ruang ekonomi baru, yang salah satunya dapat diwujudkan melalui hilirisasi. Namun, hilirisasi yang dijalankan harus memiliki daya saing, efisien, dan efektif agar mampu bersaing di tingkat internasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Demer.

Dalam konteks hilirisasi tersebut, Demer, yang juga Ketua DPD Partai Golkar Bali, menilai kehadiran pihak PT Freeport Indonesia menjadi sangat penting. Hingga kini, kata dia, kejelasan soal kekuatan dan kapasitas produksi emas nasional belum terang, meski 51 persen saham Freeport telah dimiliki Indonesia.

“Freeport, dengan 51 persen sahamnya dimiliki Indonesia, wajib bersikap transparan kepada publik. Kepemilikan mayoritas tersebut berarti kendali ada di tangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan pihak asing. Masyarakat berhak mengetahui data produksi, hasil tambang, hingga rencana ekspor yang dilakukan perusahaan,” ujarnya.

Baca Juga  Bupati Satria Ajak Pemerintah Desa Bersinergi Dukung Pembangunan Klungkung

Demer mendesak agar Direktur Utama Freeport hadir langsung dalam rapat mendatang untuk memaparkan kondisi produksi secara terbuka. Menurutnya, hal ini sejalan dengan semangat keterbukaan yang diatur dalam revisi Undang-Undang BUMN yang baru disahkan. Regulasi baru tersebut menekankan pentingnya transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas, termasuk larangan jabatan rangkap bagi pejabat negara maupun direksi BUMN.

Lebih lanjut, Demer mengusulkan agar ekspor emas ditunda sementara hingga pemerintah memiliki data yang jelas mengenai kebutuhan dalam negeri dan total produksi nasional. Setelah itu, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dapat diterapkan untuk memastikan pasokan emas bagi pasar domestik tetap terjamin.

“Kondisi saat ini janggal. Di satu sisi, kebutuhan emas dalam negeri sangat tinggi, tetapi di sisi lain Indonesia tetap mengekspor emas, bahkan harus mengimpor kembali. Situasi inilah yang oleh masyarakat kerap disebut sebagai ‘negeri Konoha’,” sindirnya.

Baca Juga  Menko PMK Kunjungi Karangasem: Karangasem Capai 0% Kemiskinan Ekstrem, Gus Par Apresiasi Sinergi Pusat dan Daerah

Ia juga menyoroti dampak kebijakan pertambangan terhadap pelaku usaha kecil, khususnya pengrajin emas di Bali, yang sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku emas.

“Kebijakan yang tepat sangat penting bagi pelaku usaha kecil seperti pengrajin emas, khususnya di Bali, yang selama ini sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku emas. Jika pengelolaan emas tidak tepat, UMKM pengrajin akan menjadi pihak yang paling terdampak, padahal konsumen emas di Indonesia sangat besar,” tegasnya.

Demer sekali lagi menekankan bahwa sebelum ekspor emas dilanjutkan, pemerintah harus memastikan kebutuhan domestik dan produksi nasional telah diatur dengan jelas.

“Ini penting demi melindungi kepentingan rakyat dan memperkuat industri emas dalam negeri,” pungkasnya. (kbs)

Berita Lainnya

Berita Terkini